Nama Ulama Nu Kh. Mohammad Zaidan Hadi

KH. MOHAMMAD ZAIDAN HADI KH. Zaidan Hadi (Alm.) Masa Kecil Muhammad Zaidan Hadi dilahirkan di desa pingiran kota Nganjuk dusun Gro...

A+ A-
KH. MOHAMMAD ZAIDAN HADI


KH. Zaidan Hadi (Alm.)


Masa Kecil
Muhammad Zaidan Hadi dilahirkan di desa pingiran kota Nganjuk dusun Grompol desa Tanjung Tani kecamatan Prambon. Dilahirkan di tengah kondisi rumah tangga yang sangat sederhana dari pasangan Abdul Hadi dan Umu Surotun.

Zaidan kecil berkembang sebagaimana belum dewasa kecil lain di kampungnya. Ia mulai mencar ilmu Al-Quran , dan beberapa kitab dasar ilmu tajwid, nahwu , dan sharaf, fiqih serta tauhid dari Pesantren KH. Yasin Yusuf, di kampugnya. Menempuh pendidikan dasar di SDN I Prambon, SLTP di MTs Grompol Tanjung Tani.

Pagi ia mencar ilmu di sekolah formal, sore hari di Madrasah Diniyah dan malam mencar ilmu di Pesantren KH. Yasin Yusuf. Sejak kecil ia sudah nampak tekun dan sunguh-sungguh serta cerdas, namun disisi lain ia hidup dalam keluarga yang sangat sederhana dengan 4 saudara. Sederhana namun tekatnya sangat besar dan lurus.

Ketika usia cendekia balig cukup akal awal, masa sekolah di MTs inilah, bapak dia Abdul Hadi meningal dunia. Beban keluarga semakin terasa berat, ketika cendekia balig cukup akal Zaidan menyampaiakan keinginannya untuk meneruskan mencar ilmu di Pondok Pesanten Lirboyo Kediri. Namun sang ibu Umu Surotun tidak mengizinkan dengan alasan biaya. Berulang-ulang cendekia balig cukup akal Zaidan meminta izin. Untuk meyakinkan sang Ibu, Zaidan tidak minta apa-apa kecuali restu belaka. Tidak berhasil, maka ia mendekati kakaknya Mohammad Zainuddin. Dengan tunjangan Sang abang Zainuddin inilah hingga Sang Ibu merestui niatnya untuk mencar ilmu di Lirboyo .

Belajar di Lirboyo
Remaja Zaidan berangkat ke Lirboyo untuk belajar. Ada 2 bekal yang ia bawa dari rumah ;1)Cengkir ( jawa:kelapa yang masih sangat mudah) , dan 2) Jagung. Cengkir abreviasi dari kencenge pikir, dan Jagung abreviasi dari sejo kang agung. Cengkir sebuah istilah untuk kondisi seseorang yang sedang mempnyai anutan dan keinginan yang lurus, tidak bisa di belokkan. Sedangkan Sejo Kang Agung istilah bagi kondisi seseorang yang mempnyai impian dan tujuan sangat tinggi yang hendak akan diwujudkan dalam kenyataan hidupnya, apapun kondisinya. Kedua istilah ini hanya dipakai bagi orang yang memiliki keterbatasan biaya dan perbekalan material, namun memiliki tekad yang berpengaruh dan lurus tidak ingin dibelokkan atau diganti dengan tujuan lain. Inilah yang terjadi pada Zaidan muda waktu itu. Zaidan muda berangkat ke Lirboyo tidak berbekal apa kecuali tekad dan kemauan yang sangat kuat. Modal yang sangat diharapkan hanya restu sang Ibu dan itu sudah didapatkan melalui tunjangan sang abang Mohammad Zainuddin.

Zaidan muda mencar ilmu di Lirboyo mulai tingkat Tsanawiyah Madrasah Hidayatul Mubtadi’in. Beliau nyantri di bawah bimbingan pengasuh pondok ketika itu KH. Mahrus Ali. Zaidan muda di kalangan teman-temannya terkenal sangat tekun, rajin, disiplin dan sungguh-sungguh. Sangat menguasai ilmu alat nahwu dan sharaf, hingga menghafal Alfiah 1000 nadlam bolak-balik. Beliau menghafal nadham-nadlam Alfiah 1000 bait, dari bait ke satu terus hingga bait ke-1000, lantas diulang dari bail ke-1000 berjalan mundur hingga bait ke-1. Model hafalan bolak-balik ini terkenal di Lirboyo ketika itu, dan hanya bisa dikuasai oleh orang tertentu saja. Di samping KH. Mahrus Ali , guru-guru dan mustahiq yang eksklusif mengajar dia antara lain Kyai Sayyidun Murtadlo Bojonegoro, Kyai Abu Bakar Petok Kediri, dan Kyai Tauhid Sawahan Nganjuk. Zaidan muda mencar ilmu hingga tamat, dan sebagai salah satu bintang santri Hidayatul Mubtadiin Lirboyo .

Menjadi Pengurus Pondok Lirboyo
Lantaran terkenal tekun, teliti, jujur, disiplin dan amanah inilah lantas dia diangkat menjadi bendahara pondok tahun 1977 hingga 1978 . Namun dasarnya lantaran tidak perna memegang uang banyak, maka dia sempat sangat resah dan tidak bisa tidur berbulan-bulan lantaran memikirkan amanat ini. Akhhirnya Zaidan muda menceriterakan perihal kondisinya kepada sang abang Moh. Zainuddin. Akhirnya Moh. Zainuddin mengajak sowan menghadap kepada H. Hadzik Grompol, orang yang terkenal kaya raya di kampungnya, untuk minta nasehat bagaimana menghadapi persoalan ini. Beliau H. Hadzik menasehatkan supaya menganggap uang yang dipegang sebagai sampah. Kata dia “ Anggepen wae duet iku larahan, ben ora bingung”. Berkat kesungguhanya Zaidan muda berhasil melewati tantangan ini dengan baik. Dalam hal memegang amanant ini , dia tersohor sangat teliti dalam mengawasi keluar masuknya keuangan pondok. Salah satu hal yang dilakukan contohnya beiau selalu mengusut satu persatu amplop yang berisi uang bisyaroh mulai dari tingkat pengasuh hingga tukang sapu .
Menjadi Mustahiq di Lirboyo

Zaidan muda kemudian diangkat menjadi salah satu mustahiq kelas 4 ibtida’iyyah di antara 4 mustahiq lainnya. Hal ini berlanjut hingga santri asuhannya menamatkan kelas 3 Aliyah. Beliau dengan tanpa ditunjuk atau diangkat sebagai koordinator, secara alamiah dia terangkat dengan sendirinya sebagai koordinator mustahiq, lantaran selalu menjadi rujuakan dalam urusan kemustahiqan dan keilmuan. Semua hal perihal keilmuan dia menjadi salah satu referensi bagi teman-teman mustahiq . Hal ini tentu secara alami masuk akal lantaran memang dia pernah menjadi rois musyawarah , sebuah jabatan bergengsi yang mencerminkan kedalaman penguasaan terhadap kitab-kitab kuning. Karena itu pula dia sangat biasa menjadi utusan bahtsul masail mewakili Pesantren Lirboyo baik ditingkat regional jawa Timur hingga Jawa Tengah .

Menikah
Karena kemasyhuran ini pula dia tercatat pernah 4 kali mendapatkan anjuran untuk diambil menantu baik dari kolega temannya sendiri ataupun dari kyai. Tawaran keempat hampir terjadi kata setuju , ketika KH. Mohammad Shohib Bisri melalui KH. Anwar Manshur meminta kesediaan Zaidan muda untuk dinikahkan dengan putri dia yaitu Zainab Shohib Bishri. Akhirnya Zaidan mudapun diminta mentawaqqufkan kepastian itu.

Setelah dimauqufkan, dan dipastikan tidak jadi, maka KH. Anwar Manshur beserta Nyai, KH. Shohib Bisri beserta Nyai dan didampingi KH. Ghozali Nur Tegal Rejo Tanjungtani beserta Nyai tolong-menolong tanpa sepengetahuan Zaidan muda dan keluarga, tiba ke Grompol rumah Zaidan Muda. Beliau sengaja tidak memberitahukan kehadiran beliau-beliau supaya tidak merepotkan penyambutannya. Di rumah Grompol ditemui oleh abang dia yaitu Moh. Zainuddin sekeluarga-karenan memang semenjak MTs di Lirboyo Ibu dia telah meninggal, dan segala urusan keluarga diserakan kepada abang beliau. Pihak keluarga Zaidan muda pun sangat resah luar biasa. Hal yang dibingungkan yaitu bagaimana mungkin kami yang dari keluarga biasa dan sangat sederhana (untuk menghindari penyebutan sangat miskin) akan berbesanan dengan pengasuh pondok pesantren besar dan ternama di Jombang itu , yaitu Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang. Disinilah totalitas kepatuhan Zaidan muda kepada kyainya diuji ke sekian kalinya.

KH. Mohammad Shohib Bisri memberikan undangan kepada Zaidan muda untuk “ macul ganjaran di pesantren Denanyar”. Sebuah penggunaan istilah yang sangat mendasar. Mencerminan visi-misi sebuah ikatan ijab kabul yang hendak dibangun yang megorientasikan kepada akhirat. Atas dasar dan desakan inilah kemungkinan besar fihak keluarga Zaidan muda lantas bersedia. Berikutnya yaitu jawaban proses bebesanan dari fihak laki-laki. Sang Kakah Moh. Zainuddin didampingi KH. Masruhin Syakur tiba ke Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar sowan kepada KH. Mohammad Shohib Bisri. Segera kemudian ditentukan tanggal ijab kabul dan segala program yang berkaitan dengan itu.

Hijrah dari Lirboyo ke PesantrenDenanyar
Kyai muda Zaidan Hadi pun kesudahannya menikah di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, berangkat dari Lirboyo dan diiringi teman-teman koleganya dan santri-santri Lirboyo. Kyai muda Zaidan Hadi-pun kemudian Hijrah dari Lirbyo ke Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang , sebuah dunia gres yang harus dihadapi oleh beliau. Dunia yang berbeda dengan suasana selama ini yang dirasakan di Lirboyo. Di Denanyar-lah KH. Zaidan Hadi mulai mengenal sisi lain dari kehidupan. Komentar pertama ketika memulai hidup di Denanyar yaitu “ iki thoh isine dunnyo iku “ kata dia . Di Peantren Denanyar pula dia melihat dalam pesantren terjadi ikhtilath antara santri laki-laki dan perempuan, ada drum grup band perempuan, dan acara-acara lain yang belum pernah dijumpai di dunia Lirboyo. Sebuah tantangan gres yang besar.

Macul Ganjaran di Pesantren Denanyar
Di Denanyar, semenjak tahun 1985 KH. Mohammad Zaidan Hadi diserahi untuk mengurus Madrasah Diniyah. Sebuah tantangan yang besar, lantaran kebiasaan, budaya dan priaku yang ada sama sekai berbeda dengan di Lirboyo. Selama 20 tahun hingga tahun 2005, KH. Zaidan Hadi menjadi kepala madrasah diniyah Mambaul Ma’arif, sebelum digantikan oleh KH. Abdul wahab Kholil.

Di beberapa kesempatan dia menyatakan bahwa dia menjadi kepala madrasah diniyah mulai dari ibarat tukang bel, tukang obrak-obrak santri, tukang membangunkan santri dan sebagianya . Ini disampaikan lantaran memang kondisi ketika itu cukup memprihatinkan. Santri untuk mencar ilmu di Madrasah Diniyah saja masih harus diobrak-obrak di kamar masing-masing, bahkan cukup banyak yang melarikan diri ke Bong Cino (pekuburan Cina). Di sis lain kedisiplinan guru harus ditingkatkan. Namun dalam kondisi ibarat itu KH.Mohammad Zaidan Hadi tetap sabar, tekun, dan sungguh-sungguh. Beliau yaitu termasuk sosok yang tidak bisa mengabaikan amanat. Beliau sangat fokus dalam merampungkan kiprah yang diemban . Hal ini kelak terbukti ketika akan mengambil keputusan mundur dari kepala Madrasah Diniyah mamba’ul Ma’arif.
Melalui Madrasah Diniyah inilah nilai-nilai dan ruh inti sebuah pondok pesantren di Denanyar dijaga, dipelihara dan ditingkatkan. Untuk meningkatkan kualitas keilmuan yang dikaji di Madrasah Diniyah ini, Beliau bersama adik Iparnya yaitu KH. Abdul Mujib Shohib (alm.), dibantu Kyai Afifuddin Mukhith (alm.)dan Mbah Abu Hamid Joyo Terto (alm.)tercatat pernah menciptakan Madrasah Diniyah Wustho dengan cara menambah jam mencar ilmu ba’da maghrib hingga jam 21.00 malam. Banyak sekali laka-liku dan rintangan yang musti harus dihadapi ketika itu. Madrasah Diniyah Wushtha sudah bisa meluluskan 4 angkatan, ketika Diniyah malam terpaksa harus dihilangkan hingga sekarang.

Terobosan berkutnya, KH. Zaidan Hadi menciptakan Madrasah Salafiyah pagi hari. Sebuh terobosan yang sangat berani kala itu. Untuk menambah pengetahuan santri-santri senior,beliaupun membuka pengajian kitab Ihya’ Ulumuddin dan Syarah Hikam pada pagi hari hingga jam 08.00 dan siang sesudah dhuhur yaitu jam 13.30 WIB di rumah beliau. Terobosan ini dibarengi dengan dibentuknya kelas musyawirin bagi para guru pondok dan lulusan Aliyah yang masih bersedia tinggal dan meneruskan mengaji di Denanyar . Bagian lain dari ruang tamu dia dijadikan daerah musyawarah setiap pagi 6 hari seminggu. Tercatat 9 santri senior yang ikut musyawarah mendiskusikan kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibn Malik. Sebuah lembaga diskusi dan pengejian yang kelak menghasilkan tenaga-tenaga pengajar orisinil poduk Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang. Strategi inilah yang dinilai cukup berhasil untuk mendinamisasikan keilmuan kitab salaf di Denanyar Jombang. Dari lembaga inilah Pesantren Mamba’ul Ma’arif sanggup berbicara tampil dalam forum-forum bahtsul masail ditingkat regional jawa timur, bahkan kemudian membidani lahirnya FBMPP( Forum Bahtsul Masail Pondok Pesantren Se Jombang). Dari pengajian dan musyawarah ini pulalah kebutuhan tenaga-tenaga pengajar di asrama-asrama di lingkungan Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif sanggup dipasok terpenuhi baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

Beliau dalam membelajarkan santri-santrinya tidak dibatasi oleh ruang kelas. Beliau membelajarkan santri-santrinya dalam kelas besar yaitu di setiap prilaku kehidupannya. Beliau selalu hati-hati dalam urusan syariat. Selalu mencocokkan apa yang diajarkan dengan apa yang diamalkan. Bahkan tidak berani mengajarkan sesuatu sebelum dia bisa mengamalkannya. Karena alasan inilah dia menolak permintaan supaya berkenan megajar di kampung-kampung, pesantren Tambak Beras dan di akademi tinggi IKAHA . Segala tindakannya ditimbang dan diukur dengan syariat. Sehingga melihat prilaku dia bagaikan membaca teks kitab kuning yang berjalan. Setidaknya inilah yang dirasakan oleh santri-santrinya.

Tentang Putra Pertama Gus Moh. Zainul Hasan Syansuri
Pada perkembangan berikutnya, dia dihadapkan pada hal gres yang membutuhkan perhatian serius dari beliau. Yaitu hal yang berkaitan denga putra pertama belaiu, Gus H. Mohammad Zainul Hasan Syansuri. Hal yang oleh anggapan orang umum dan umumnya anggapan orang merupakan petaka atau masalah. Sebuah hal yang oleh dia sendiri dan keluarganya merupakan anugrah dan nikmat yang sangat besar.
Sebagaimana diketahui bahwa semenjak kepulangan Gus Zainul dari tanah suci Mekah tahun 2002, Gus Zainul mengalami ketidak seimbangan jiwa yang hebat kerena mendapatkan anugrah yang sangat besar, sebuah anugrah yang hanya bisa difahami oleh orang tertentu saja.

Menurut keyakinan dia KH. Zaidan Hadi, putranya sedang mengalami apa yang disebut dengan jadzab-majdzub. Istilah yang banyak disebut dalam kitab tashawuf. Keyakinan ini didasarkan pada hasil istikharah dia dan tahqiq dari beberapa kyai sepuh dan tahqiq dari Gus Mukhlas Lirboyo sebagai orang yang pernah mengalami hal serupa .

Karena itulah dia sangat memiliki perhatian besar kepada puta pertamanya ini. Beliau ingin melayani sebaik-baiknya untuk kebaikan putranya, maka dia ingin fokus, tidak mau menimbulkan hal ini sebagai sampingan dari yang lain. Maka dengan alasan ini dia menyatakan menyerahkan tanggungjawab kepengurusan Madrasah Diniyah kepada adik Iparnya, KH. Abdul Mujib Shohib .
Lahir-batin usaha yang dilakukan KH. Zaidan Hadi untuk melayani Gus Zainul. Beliau merasa risau terhadap anggapan orang yang berprasangka jelek kepada Gus Zainul. Namun demikian dia tetap berusaha bisa mendapatkan dan menghargai anggapan semua orang. Salah satu indikasinya yaitu dia tetap bersedia mengikuti saran orang yang menganjurkan untuk membawa Gus Zainul ke rumah sakit Jiwa, atau kepengobatan lahir lainnya.

Satu hal yang masih merisaukan dia hingga akhhir hayatnya yaitu bahwa selama ini beliau, istri dan keluarganya belum bisa melayani Gus Zainul sebagaimana mestinya, lantaran dia rasakan pada diri dia masih ada rasa sebagai orang renta dari anak yang berjulukan Moh. Zainul Hasan Syansuri, yang hal ini berdampak terkadang muncul rasa melebihi (lebih tua, lebih berhak dihormati, dll) sebagai orang renta dari pada Gus Zainul . Hal ini sekalipun manusiawi, namun berdasarkan dia semestinya bukanlah demikian cara memandangnya.

Kehidupan di Keluarga
Di tengah-tengah kehidupan keluarganya, Beliau sangat hati-hati dalam syariat. Hal kecil sedetail apapun ditimbang dan diukur dengan syariat ala kitab kuning. Beliau sangat memegang prinsip. Menerapkan prinsip-prinsip amar ma’ruf nahi mengkar dangan sungguh-sungguh. Tidak bisa melihat kemungkaran di depannya. Beliau niscaya melaksanakan tindakan untuk menyikapi kemungkaran hingga dengan ingkar hati jikalau memang kondisinya tidak mampu. Beliau tidak bisa mengabaikan undangan, suka mendatangi undangan, kecuali jikalau ditemukan ada unsur kemungkaran di dalamnya . Karena itulah sulit ditemukan dia hadir di forum-forum yang di daerah itu terjadi kemungkaran. Namun demikian dia menghadapi orang lain tidak memakai ukuran dia sendiri. Beliau berlatar belakang pesantren salaf, namun tidak menghendaki santri-santrinya selalu sama dengan jejak dia , dia mengarahkan dan menganjurkan santrinya sesuai kapasitasnya. Karena itulah dia mendorong santri-santrinya merampungkan kuliah setiggi-tingginya, bahkan khadam/ pembantu sehari-hari di rumah beliaupun dikuliakan. Beliau bisa bicara dengan siapapun sesuai dengan kapasitas lawan bicaranya. Kalau berjalan dia menundukkan kepala, berjalan lurus ibarat menuju ke suatu titik,sehingga terkesan cepat. Dalam situasi apapun banyak mengerak-gerakkan bibirnya lantaran berdzikir. Beliau sangat murka kalau syariat diremehkan atau diabaikan. Sangat peduli kepada syariat.

Dalam membina rumah tangga dia membangun rasa kasih sayang dan saling menyayangi dan melindungi satu sama lain, mengorientasikan kehidupan keluarga unruk akhirat, sehingga dengan demikian benar-benar terjalin hubungan dzurriyyah bin nasab secara hakiki sebagaimana konsepnya Imam As-Shawi dalam Hasyiyah tafsir Jalalain. Setidaknya hal ini tercermin dari apa yang “dihadiahkan” oleh dia kepada istri dia ketika ulang tahun pernikahan, berupa kutipan hadits nabi yang berbunyi :
??? ??? ??? ????? ????? ??? ????? ?? ????? ??? ????? ????? ????? ???? ?? ?????? ?? ????? ????? ?? ?? ??? ???? ?? ???? ????? ???????? ??
Artinya: Apa bila mahir nirwana telah masuk surga, maka di antara mereka menanyakan perihal kedua orang tuanya, menanyakan istri/ suami nya, dan anak-anaknya. Maka dikatakan kepadanya bahwa bekerjsama mereka tidak mendapatkan apa yang engkau dapatkan. Maka para mahir nirwana tadi berkata; hai tuhanku bekerjsama saya dulu bederma di samping untuk diri saya sendiri juga untuk meereka semuanya. Maka kemudian diperintahkan malaikat untuk mempertemukan mereka dengannya (dalam satu tingkatan di surga).

Hadits ini diungkapkan sebagai “hadiah” ijab kabul dia kepada istrinya terkandung maksud bahwa dia menginginkan mengorientasi hubungan dalam keluarga yaitu orientasi akirat, untuk kehidupan kelak melalui pergaulan muasyarah bi ma’ruf di dalam keluarga.

Akhir Hayatnya
Hingga final hayatnya, dia meninggalkan seorang istri Nyai Hj. Zainab Shohib, dan 3 orang anak dari 4 bersaudara. Anak terakhirnya Zubdatul Muna telah wafat mendahului dia dalam usia 2 tahun. Putra-putri penerus dia yaitu; pertama H. Mohammad Zainul Hasan Syansuri menamatkan pendidikan di Lirboyo, ke dua Gus Zidni Nuro masih mencar ilmu di Pondok Pesantren Tarbiyatunnasyiin Pacul Gowanag Diwek Jombang, dan ke tiga Zufa Al-Husna, telah menamatkan pendidikan di Matholiul Falah Kajen Margoyoso Pati asuhan KH. A. Sahal Mahfudh, dan kini sedang menempuh pendidikan di STAIBAFA Tambak Beras Jombang.

Karya-karya Beliau
Hingga final hayatnya, dia telah menulis beberapa buku berbahasa Arab, antara lain;
1. Nurul Lum’ah; fi Khashaishil Jumuah
2. Zubdatul Muna ; Fi Ma Yata’allaqu Bi Smail Hhusnamin Syarkhi Ma’aniha Wa Takhalluqu Biha Wakhawashiha.
3. Lum’atus Shalah Fi Ma Yata’allaqu Bis Shalah.
4. Misykatunnur Fi Tafsiri Ayatil Ahkam Min Suratin Nur
5. An Nataaij Fi Qadhail Hawaaij

Penutup
Kita semua merasa kehilangan sesudah dia menghadap Allah SWT. Ketika masa hidupnya dia sangat khumul sehingga kurang diperhitungkan perannya. Namun sesudah dia meninggal baru, terasakan betapa jasa dan kiprah beliau. Beliau meninggalkan banyak contoh, suri tauladan dalam menghadapi kehidupan ini. Semua orang mengakui dan menjadi saksi kebaikan beliau. Semoga kesaksian itu diterima Allah SWT, sehingga dia ditempatkan pada daerah yang sangat mulia disisi Allah SWT. Semoga keluarga dan putra-putrinya sanggup melanjutkan usaha beliau. Amin-amin-amin yaa rabbal ‘alamin.

Related

ULAMA KITA 1095984456536415892

Hot in week

Recent

TOP

Adab dalam Islam Adzan Ajian Semar Mesem Ajian Semar Mesem Jarak Jauh Ajian Semar Mesem Jaran Gorang Ajian Semar Mesem Tanpa Puasa Akhir Zaman Akhlak Tasawuf Amalan AMALAN DAN AJIAN Aplikasi Islami Aqiqah AZIMAT Bahasa Indonesia Bisnis Online BULU PERINDU Cara Menggunakan Semar Mesem CARA MUDAH Doa Doa Anak Sholeh Doa Bahasa Arab DOA DAN AMALAN Doa Enteng Rezeki Doa Kehamilan Doa Para Nabi DOA PEMIKAT HATI WANITA Doa Sehari-hari Doa Selamat Doa Sholat Doa Suami Istri Doa Tolak Bala Doa-Doa Doa-doa Khusus Fatwa MUI Fiqih Hadis Pendidikan Hadits Haji Hukum Islam Ibadah Muslim Ilmu Pendidikan Informasi Islam Iqomah Kajian Islam Kata Bijak KEJAWEN Keris Semar Mesem Kesehatan Islami Kewajiban Muslim Kisah Nabi Kisah Para Nabi Kumpulan Do'a Kumpulan Do'a Manajemen Pendidikan Manajemen SDM Pendidikan Islam (Pasca Sarjana) Mantra Semar Mesem Masail Fiqhiyah Masjid Metodologi Penelitian Kuantitatif (Pasca Sarjana) Metodologi Studi Islam (MSI) Motivasi Muslimah Naishaihul Ibad NEW TOP Niat Nuansa Islam PAGAR NUSA Pascasarjana (Metodologi Studi Islam) Pascasarjana (Studi Materi PAI ) pelet PELET AMPUH PENAGKAL PENCAK SILAT Pendidikan Islam Pendidikan Kewarganegaraan PENGASIHAN Pengembangan Kurikulum pengertian PENGLARIS Perbandingan Madzab Pernikahan Islam Psikologi Perkembangan Psikologi Umum Puasa Puisi Qunut RAJAH Ramadhan Renungan Sejarah Islam Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia Sejarah Peradaban Islam Semar Mesem Shalat Shalat Sunat Sholat Sholat Ashar Sholat Dzuhur Sholat Isya Sholat Magrib Sholat Subuh Siraman Rohani Slider Sosial Studi Fiqih Study Materi Aqidah Akhlak Subhanallah Sunat Sunnah Surat Al-Qur'an Tafsir Al Quran Tafsir Al-Qur’an dan Hadits Tarbawi (Pasca Sarjana) Tahukah Kamu? Tanya-Jawab Tasbih Thaharah ULAMA KITA Ulumul Hadits Ulumul Qur'an Umat Muslim Ushul Fiqh Wajib Zakat Zakat - Amal - Sedekah
item