Nama Ulama Nu Al Maghfurlah K. H. M. Bisri Syansuri
PENDIRI PONDOK PESANTREN MAMBA’UL MA’ARIF DENANYAR JOMBANG Tempat Kelahiran Beliau lahir pada hari rabu, 28 Dzulhijjah 1304 H at...
https://kajianamalan.blogspot.com/2019/10/nama-ulama-nu-al-maghfurlah-k-h-m-bisri.html
PENDIRI PONDOK PESANTREN MAMBA’UL MA’ARIF
DENANYAR JOMBANG
- Tempat Kelahiran
Beliau lahir pada hari rabu, 28 Dzulhijjah 1304 H atau 18 September 1886 M di Tayu, sebuah ibukota kecamatan yang letaknya kira-kira 100 Km arah timur bahari Semarang di Jawa Tengah, daerah pesisir Pantai Utara Jawa yang mempunyai budaya sosial keagamaannya sendiri sebagai salah satu titik dalam jalur daerah yang penduduknya teguh memegang tradisi keagamaan.
Tayu merupakan latar belakang geografi yang sangat mewarnai pandangan hidup ia di kemudian hari, dan sedikit banyak turut membentuk kepribadiannya. Beliau memang lahir dalam tradisi keagamaan yang besar lengan berkuasa dari keturunan yang mempunyai ulama bermutu tinggi, di pihak ibunya yang dilahirkan dari keluarga besar di Lasem. Keluarga ibunya yakni keluarga yang menurunkan beberapa ulama besar dalam banyak sekali generasi, ibarat almarhum K. H. Kholil Lasem dan almarhum K. H. Baidlowi Lasem. Hingga ketika ini pun masih merupakan suatu pesantren induk bagi banyak pesantren lainnya, dan tidak heran kalau tradisi yang demikian besar lengan berkuasa kaitannya dengan penguasaan ilmu agama Islam secara mendalam itu akan tumbuh seorang agamawan yang kemudian akan menjadi salah seorang ulama besar yang memperlihatkan bekas tersendiri terhadap sejarah bangsa dan negara.
- Asuhan di masa kecilnya
Beliau sebagaimana umumnya pada dunia belum dewasa di waktu itu, yakni jarang sekali menerima asuhan yang cukup tepat dari ayah dan ibunya, lantaran pada waktu itu orang lebih banyak yang senangmenyerahkan hal pendidikan dan pengajaran anaknya pada masa atau zaman dari pada berusaha sendiri membentuk jiwa anak tersebut dengan cara yang teratur dan sisitematik, sebagaimana kita lihat banyak orang renta yang menyerahkan pendidikan anaknya pada pondok dan lainnya. Beliau hidup sebagaimana jago fikir, jago ilmu pengetahuan, hidup pada zaman kecilnya di zaman purba juga, yakni sangat kurang dan jauh sekali dari kecukupan, kalau dibandingkan dengan ukuran keperluan berguru sebagaimana pada zaman sekarang.tetapi pada umumnya mereka orang-orang dahulu itu hidup lebih tenteram dan hening dari pada orang yang hidup pada zaman modern ini.
C. Khazanah K. H. M. Bisri Syansuri
Seorang mukmin sejati pasti percaya bahwa ada yang mengatur perjalanan hidup manusia, yaitu Dzat Yang Maha Berkehendak. Walaupun dalam batas-batas tertentu Dzat Yang Maha Agung itu juga memperlihatkan kewenangan kepada insan untuk memilih jalan hidupnya sendiri.
Begitupun, Bisri Syansuri kecil tentu tidak akan pernah menyangka kalau pada jadinya akan menjadi “orang“ di Denanyar Jombang, bahkan hingga menjadi Rais Aam PBNU menggantikan abang iparnya (KH Wahab Chasbullah) yang harus terlebih dahulu menghadap Allah SWT.
Perjalanannya menuju Jombang diawali ketika pada usia 15 tahun, Bisri Syansuri mulai keluar sangkar untuk nyantri kepada Kyai Kholil di Bangkalan Madura. Di sinilah Bisri Syansuri secara serius mendalami ilmu Fiqh yang dikemudian hari menjadi trade mark-nya, dan sekaligus bertemu dengan KH Wahab Chasbullah, washilah yang membawanya ke Jombang, nyantri kepada Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari selama enam tahun , sebelum memperdalam ilmu di tanah suci Makkah.
KH Bisri Syansuri muda memang tidak terlalu menonjolkan diri dalam lingkungan pergaulannya. Bisri Syansuri muda lebih suka menghabiskan waktu dengan rutinitas dan kebersamaan dengan teman-teman sebayanya
Walaupun demikian, KH Bisri Syansuri tetap bisa “ tampil menjadi pelopor“ dalam jagat pendidikan pesantren. Setelah selama dua tahun membantu mertuanya sembari belajar, KH Bisri Syansuri menetapkan pilihan untuk hidup berdikari dan bertekad membangun pesantren di Denanyar Jombang
KH Bisri Syansuri boleh disebut sebagai “kyai plus“. Dalam diri KH Bisri Syansuri paling tidak menempel tiga aksara sekaligus. Yaitu sebagai perintis kesetaraan gender dalam pendidikan di pesantren, spesialis dan pecinta fiqh dan sekaligus seorang politisi.
Ketulusan Hati Beliau
Dalam segala tingkh laris dan tutur katanya namp;ak benar betapa kebrsihannya, keikhlasan dan ketulusan beliau. Tidak pandang siapa dan di mana tempatnya, kalau memang terdapat kekurangan pada seseorang tentu ia ajan menegurnya dengan hormat dan lemah lembut, akan diingatkannya dengan sopan santun dan bijaksana. Akan diterima secara baik atau tidak oleh yang diingatkan baginya sama saja. “diikuti atau tidak itu yakni soal dia sendiri, saya hanya sekedar mempringatkan kepada siapa saja yang sedang lupa”. Demikian lah perilaku ia setiap malakukan kewajiban. Justru lantaran keikhlasan dan ketulusan beliau, maka selalu menerima penghargaan dari pihak yang diingatkan tadi. Karena ia tidak ingIn dipuji disegani dan ditakuti, tetapi hanya sematamata nrimo lantaran Allah.
Perintis Kesetaraan Gender
Rasanya tidak berlebihan kalau Kyai Bisri Syansuri disebut sebagai pejuang kesetaraan gender, khususnya di kalangan pesantren. Kyai Bisrilah orang pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri perempuan di pesantren yang didirikannya. Walalupun gres diikuti perempuan-perempuan di desanya
Di zaman yang masih kental dengan nilai-nilai patrimonial waktu itu, apa yang dilakukan Kyai Bisri termasuk kategori “aneh“. Untung sang guru yang sangat dihormatinya, hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari tidak menentang terobosan yang dilakukannya. Kalau saja hadratussyaikh melarang, pasti Kyai Bisri Syansuri tidak akan melanjutkan langkah fenomenal yang telah dibuatnya. Hal ini semata-mata lantaran takdzimnya yang begitu mendalam kepada sang guru yang selalu dipanggilnya “kyai“.
Ahli dan Pecinta Fiqh
Karakter sebagai pecinta Fiqh terbentuk ketika Kyai Bisri nyantri kepada KH Kholil Bangkalan, dan semakin menguat sesudah nyantri di Tebuireng. Kyai Bsiri memang sengaja mendalami pokok-pokok pengambilan aturan agama dalam fiqh, terutama literatur fiqh lama.
Tidak mengherankan kalau Kyai Bisri begitu kukuh dalam memegangi kaidah-kaidah aturan fiqh, dan begitu teguh dalam mengkontekstualisasikan fiqh kepada Kenyataan hidup secara baik
Walaupun begitu, Kyai Bisri tidak kaku dan kurang pintar dalam berinteraksi dengan masyarakat. Hal itu setidaknya terlihat dari upayanya dalam merintis pesantren yang di bangunnya di Denanyar
Politisi Tangguh
Persinggungannya dengan politik mudah diawali ketika bergabung dengan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante dan puncaknya ketika dipercaya menjadi Ketua Majelis Syuro PPP ketika NU secara formal tergabung dalam partai berlambang ka’bah itu.
Salah satu prestasi yang paling mengesankan, ketika Kyai Bisri Syansuri berhasil mendesakkan disyahkannya UU perkawinan hasil rancangannya gotong royong ulama NU. Padahal sebelumnya pemerintah sudah menciptakan rancangan undang-undang Perkawinan ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Kini, masyarakat merindukan kembali hadirnya seorang “kyai plus“ ibarat KH Bisri Syansuri. Kapankah kerinduan itu terobati. Wallahu a’lam. (Amn).
KESIMPULAN
Teori berguru atau pemikiran para Mu’allim zaman dahulu ssangatlahj berbeda dengan Mu’allim zaman sekarang. Mungkin sepintas kita melihat di zaman sekrang yang sudah maju banyak teori berguru yang beraneka ragam dan katanya itu merupakan teori berguru yang pantas untuk diterapkan dan dipraktekkan oleh seoarang pengajar kepada muridnya. Memang saya juga mengakui mengakui demikian. Tetapi kalau kita bendingkan dengan teori berguru para guru zaman dahulu, apakah perbedaannya?.
Setelah saya membaca beberapa buku sejarah para tokoh zaman dahulu, terutama tokoh-tokoh Islam Indonesia, saya melihat perbedaan yang paling mencolok yakni dari segi bathiniyah Mu’allim, yakni ketulusan dan keinkhlasan hati mereka.
Para Mu’allim zaman dahulu mungkin mereka belum mengenal teori berguru atau mungkin teori pendidikan ibarat pada zaman sekarang, tapi mereka mengajar para muridnya semata-mata dengan niat mentranfer ilmu mereka kepada muridnya, dan itu dilakaukan dengan keikhlasan dan ketulusan hati mereka. Memang kita melihat mereka hanya mengajar dengan akomodasi yang kurang memadai dan dengan ilmu yang mungkin terbatas sesuai dengan mereka miliki, tapi hasil dari anak didik mereka ternyata malah banyak memilki prestasi gemilang dan keilmuannya juga meyakinkan.
Dari sini saya merasa bahwa di zaman kini yang sudah maju dengan teknologi dan keilmuannya akan menjadi lebih baik lagi apabila seorang pendidik mengajar dengan teori-teori berguru yang baik dan disertai bathiniah yang baik pula. Sehingga suasana berguru juga terasa lebih nyaman dan selalu dibarengi dengan keharmonisan dan kebahagian di antara mu’allim dan murid.
REFERENSI
- Masyhuri, Abd Aziz. Al-Maghfurlah K. H. M. Bisri Syansuri Cita-cita dan pengabdiannya. PP. Aziziyah: Jombang.
- Sumber "KH Bisri Syansuri, Pecinta Hukum Fiqh sepanjang Hayat", KH Abdurahman Wahid, Majalah Amanah 1989.