Hukum Melakukan Ibadah Haji Dengan Uang Kredit
Haji merupakan kewajiban insan kepada Allah SWT dan rukun Islam yang kelima bagi orang muslim, baligh, bakir dan yang telah bisa (istitha&...
https://kajianamalan.blogspot.com/2019/02/hukum-melakukan-ibadah-haji-dengan-uang.html
Lalu bagaimana dengan persyaratan bahwa yang wajib menjalankan haji itu harus istitha'ah (mampu) atau berkemampuan melakukannya? "Mengerjakan haji ialah kewajiban insan terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup (istitha'ah) mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), bahwa sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali-Imran : 97).
Istitha'ah dalam hal ini dijelaskan oleh Rosulullah saw ialah adanya bekal dan kendaraan (zaad wa al rahilah). Bekal ialah pembiayaan membayar biaya perjalanan, biaya fasilitas dan konsumsi di tanah suci, sedangkan kendaraan ialah biaya balik ke negeri asalnya. Selain itu, istitha'ah juga dimaksudkan sebagai kecukupan atas keperluan nafkah bagi keluarga atau orang dibawah tanggungan orang yang hendak berhaji.
Tentang berhaji dengan cara berkredit ini para ulama berbeda pendapat. Pertama pendapat yang membolehkan, diantaranya Dr. Mohd. Daud Bakar, Direktur Eksekutif International Institute of Islamic Finance yang berkedudukan di Kuala Lumpur. Ia berargumentasi bahwa teladan pekerjaan dan pendapatan pada zaman dahulu berbeda dengan teladan pekerjaan pada zaman sekarang, dimana para pekerja pada zaman kini ini telah ada kontrak kerja dengan tempo dan penghasilan yang jelas.
Sehingga kredit pun bukan sesuatu yang mengkhwatirkan alasannya ialah merupakan bab dari teladan pekerjaan atau aktifitas ekonomi jaman ini. Juga, tidak ada nash Al-Qur'an dan Hadist yang jelas-jelas melarang seseorang yang bakal menunaikan haji dengan uang cara kredit untuk tujuan memudahkannya, dan mungkin memudahkan keluarganya untuk menunaikan haji.
Menurut pendapat yang lain, bahwa mengenai kebolehan "haji kredit" dengan aneka macam alasannya tidak perlu diterima begitu saja. Kita perlu bimbang apakah impian untuk "memudahkan diri untuk menjalankan perintah Allah" bukan sekedar impian semoga gampang melaksanakan kunjungan dan rekreasi keluarga ke tanah suci.
Dari pihak bank atau instansi kredit, kita pun sulit membedakan antara impian untuk memudahkan umat Islam menjalankan perintah Allah atau hanya impian mencari laba dari perjuangan kredit. Artinya, perlu melaksanakan perjuangan selektif antara kredit yang mungkin bisa dibayar dan sekiranya tidak bisa membayar dan antara perkreditan yang mengandung unsur ribawi dengan perkreditan yang murni syari'ah.
Para ulama memang memperbolehkan membayar haji secara kredit tapi harus diselesaikan menjelang keberangkatan haji. Hal ini untuk mengantisipasi kalau-kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada ketika orang melaksanakan haji. Adapun aturan haji yang dilaksanakan tetap sah namun sebetulnya tidak diwajibkan yang bersangkutan.
Artinya yang dilakukan orang yang berhaji dengan derma kredit bukanlah haji yang diwajibkan Allah SWT kepada hambanya, namun umrah biasa yang disunnahkan. Akan tetapi, ibadah hajinya tetap sah dan cukup sehingga pada ketika bisa berhaji tidak lagi wajib qadla' (menggantinya) alasannya ialah ibadah haji dengan uang kredit hukumnya sah dan cukup.
Dikutip dari Buku Risalah Nahdlatul Ulama Edisi Perdana No. 1/Thn. 1/Jumadil Awal 1428 H/Mei 2007