Belajar Perihal Watak Guru Dan Murid (Hadits Pendidikan)

Oleh : Fathul Munir, Khoirul Umam, Syaiful Anwar, Mangku Dwi Jaya PEMBAHASAN A. Hadits   Hadits 1 حَدّثَنَ مُحَمَّدُ...

A+ A-


Oleh : Fathul Munir, Khoirul Umam, Syaiful Anwar, Mangku Dwi Jaya

PEMBAHASAN

A. Hadits 

Hadits 1

حَدّثَنَ مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَ، حَدَّ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوْسُفَ عَنْ اِبْنِ ثَوْبَانِ هُوَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بن ثَابِتِ بنِ ثَوْبَانَ الشَّامِيِّ، عَنْ حَسَّانَ بنِ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي كَبْشَةَ السَّلُولِيِّ عَنْ عَبْدِالله بنِ عَمْرٍو. قالَ: قالَ رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: " بَلِّغُوْا عَنِّي وَلَوْ اَيَةً، وَحَدَّ ثُوا عَنْ َبنِي اِسْرَا ئِيلَ وَلا حَرَجَ. وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ" 
Artinya:

Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yusuf menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban Al-Abid Asy Syami, dari Hasan bin Athiyah, dari Abu Kabsyah As Saluli dari  Abdullah bin Amr berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sampaikanlah dariku walau satu ayat, dan ceritakanlah apa yang tiba dari Bani Israil dan tidak ada dosa, dan barang siapa yang berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan kawasan duduknya di dalam neraka”. 

Pohon Sanad

Rasulullah
Abdullah bin Amr
Abu Kabsyah As Saluli
Hasan bin Athiyah
Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban Asy-Syami
Muhammad bin Yusuf
Muhammad bin Yahya
Imam Tirmidzi

Hadits 2 

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بنُ حُجْرٍ، أَخْبَرَنَا اِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنِ العَلاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَن أَبِيْهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قالَ: قالَ رسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: " مَنْ دَعَا اِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مُنْ الآجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مِنْ يَتَّبِعُهُ، لا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ اُجُوْرِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا اِلَى ضَلالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الاثْمِ مِثْلُ اَثَامٍ مَنْ يَتََّبِعُهُ لايَنْقُصُ ذَ لِكَ مِنْ اثَامِهِمْ شَيْئًا" 

Artinya:

Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, Ismail bin Ja’far memberitahukan kepada kami, dari Al-‘Ala’ bin Abdur Rahman, dari ayahnya dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: “Barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka ia memperoleh pahala menyerupai pahala orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun pahala dari mereka. Dan barang siapa mengajak kepada jalan sesat, maka dia terkena dosa menyerupai dosa-dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka” 

Pohon Sanad

Rasulullah
Abu Hurairah
Ayahnya
Al-‘Ala’ bin Abdur Rahman
Isma’il bin Ja’far
Ali bin Hujr
Imam Tirmidzi


B. Kandungan Hadits

Hadits di atas menyarankan supaya kita memberikan ilmu yang kita miliki. Sebagai kosekuensi dan tanggung jawab kita sebagai seorang muslim, meskipun kita hanya tahu satu ayat al-Qur’an atau hadits atau satu bab kecil dari syari’at Islam saja misalnya, maka wajiblah bagi kita memberikan apa yang telah kita ketahui  itu kepada orang lain, apalagi bila kita mengetahui lebih dari satu. 

Selanjutnya, apa yang bisa kita informasikan dan sekian banyak informasi yang berasal dari Bani Israil pun boleh kita sampaikan kepada siapapun dengan perilaku jujur dan bijak, dan juga disertai dengan perilaku kritis. Namun yang perlu kita ingat bahwa Rasulullah dalam hadits ini memperlihatkan peringatan kepada diri kita. Janganlah sekali-sekali kita pernah sengaja berdusta dengan mengatasnamakan (dari kebenaran) beliau, lantaran niscaya dengan kesengajaan itu kita akan menanggung dosa karenanya, dan ancaman beratnya ialah azab neraka.

Oleh lantaran itu guru jangan sekali-kali memberikan ilmu yang diragukan kebenarannya kepada muridnya, ilmu yang hendak disampaikan haruslah dipahami secara mendalam serta sumbernya terperinci dan pasti.

Mengajak orang kepada perbuatan baik dan mencegahnya melaksanakan tindakan kejahatan merupakan perbuatan yang sangat terpuji. Allah akan memperlihatkan jawaban pahala kebaikan bagi setiap orang yang memperlihatkan suri tauladan atas perbuatan baik serta jawaban yang setimpal bagi setiap orang yang memulai melaksanakan tindak kejahatan. Setiap orang yang memperlihatkan pola suatu kebaikan akan mendapat pahala dari perjuangan yang telah dilakukan serta kebaikan orang yang mengikutinya. Sedangkan orang yang memprakarsai perbuatan buruk, dia akan mendapat jawaban keburukan dari apa yang dilakukannya serta keburukan orang yang mengikutinya. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104:

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kau segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” 

Sehingga dari klarifikasi di atas guru harus berhati-hati dalam mendidik muridnya, jangan hingga seorang guru kelak mendapat keburukan lantaran salah dalam memperlihatkan petunjuk dan pola kepada muridnya. 

Dalam menuntut ilmu Islam tidak membatasi kawasan dimana kita harus mencarinya. Dimanapun keberadaan ilmu itu, Islam memerintahkan untuk mencarinya. Dalam menuntut ilmu harus didasari niat yang kuat, keuletan, kemandirian, kerja keras, dan mau bersusah payah, supaya ilmu yang dipelajari sanggup dipahami dengan tepat dan meresap kedalam jiwa. Karena itu pula Rasulullah menyejajarkan kedudukan orang yang menuntut ilmu sama dengan orang yang berjihad di jalan Allah. Sebagaimana hadits Nabi saw:

وَعَنْ أَنَسِ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم: "مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِي سَبِيْلِ الله حَتَّى يَرْجِعَ"

Artinya: “Dari Anas r.a. dia berkata:”Rasulullah saw bersabda:”Barang siapa keluar (dari rumahnya) untuk mencari ilmu maka ia termasuk jihad di jalan Allah sehingga ia kembali.” (HR.Tirmidzi) 

Guru dan murid mempunyai tata kesopanan dan kiprah masing-masing dalam proses berguru mengajar, antara lain: 

a) Adapun murid mempunyai tata kesopanan dan kiprah lahiriyah yang banyak, antara lain: 

1. Mendahulukan kesuciyan jiwa daripada kejelekan akhlaq dan keburukan sifat, lantaran ilmu ialah ibadahnya hati, shalatnya jiwa, dan peribadatannya batin kepada Allah. Sebagaimana sholat yang merupakan kiprah anggota tubuh yang zhahir, tidak sah kecuali dengan mensucikan yang zhahir itu dari hadats dan najis. Nabi bersabda:

بُنِىَ الدِّيْنُ عَلَى النَّظَفَةِ

Artinya: “Agama itu dibina atas kebersihan

2. Mengurangi ketertarikannya dengan kesibukan dunia, lantaran ikatan-ikatan itu menyibukkan dan memalingkan. Allah berfirman:
ﺛArtinya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya” (QS. Al-Ahzab ayat 4)
jika pikiran terpecah maka tidak akan bisa mengetahui banyak sekali hakikat. Oleh lantaran itu dikatakan, ”Ilmu tidak akan memperlihatkan kepadamu sebagiannya sebelum kau menyerahkan kepadanya seluruh jiwamu. Jika kau telah memperlihatkan seluruh jiwamu kepadanya tetapi ia gres memperlihatkan sebagiannya kepadamu maka kau dalam ancaman (belum ada jaminan)”.

3. Tidak bersikap sombong dan tidak menentang guru, bahkan ia harus menyerahkan seluruh urusannya kepadanya dan mematuhi nasehatnya menyerupai orang sakit yang kurang arif mematuhi nasehat dokter yang penuh kasih sayang dan mahir. Nabi saw. bersabda: 

لَيْسَ مِنْ اَخْلَاقِ اْلمُؤْمِنِ التَّمَلُّقُ اِلًّا فِى طَلَبِ الْعِلْمِ

Artinya: “Bukanlah dari budpekerti mu’min itu merendahkan/menghinakan diri kecuali dalam mencari ilmu”.

4. Seorang penuntut ilmu dihentikan meninggalkan salah satu jenis ilmu, kecuali ia harus mempertimbangkan matang-matang dan memperhatikan tujuan dan maksudnya. Kemudian bila usianya mendukung maka ia berusaha mendalaminya, tetapi bila tidak maka ia harus menekuni yang paling penting diantaranya dan mencukupkan diri dengannya. Karena ilmu pengetahuan saling mendukung dan saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Ia juga harus berusaha untuk tidak memusuhi ilmu tersebut dikarenakan kebodohannya, alasannya insan memusuhi apa yang tidak ia ketahui. Allah berfirman:
Artinya: “Dan lantaran mereka tidak mendapat petunjuk dengannya Maka mereka akan berkata: "Ini ialah Dusta yang lama". (QS. Al-Ahqaf ayat 11)

5. Tidak menekuni semua bidang ilmu secara sekaligus tetapi menjaga urutan dan dimulai dengan yang paling penting. Karena apabila usia tidak  mencukupi untuk mendapatkan semua ilmu maka sebaiknya ia mempelajari ilmu yang terbaik dan gampang untuk dipahami.

6. Hendaklah tujuan murid di dunia ialah untuk menghias dan mempercantik batinnya dengan keutamaan, dan di darul abadi ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah. Hendaklah murid tidak bertujuan untuk mendapakan kekuasaan, harta, dan pangkat, atau untuk mengelabui orang-orang kurang arif dan berbangga terhadap teman-teman.  

7. Hendaklah seorang penuntut ilmu mencontoh budpekerti dan kepribadian guru, yaitu mencontoh kebiasaan dan ibadahnya.

8. Apabila telah hadir dalam majelis ilmu maka pusatkanlah perhatianmu untuk mendengar dan memahami pelajaran. Konsentrasi penuh, lantaran perilaku yang demikian akan menciptakan pelajaran lebih membekas dan terpahami. Ibnu Jama’ah berkata: “Hendaklah seorang murid saat menghadiri pelajaran gurunya memfokuskan hatinya dan higienis dari segala kesibukan. Pikirannya penuh konsentrasi, ti¬dak dalam keadaan mengantuk, marah, haus, lapar dan lain sebagainya. Yang demikian ialah biar hati¬nya benar-benar mendapatkan dan memahami terhadap apa yang dijelaskan dan apa yang dia dengar.

9. Hendaklah seorang murid berpakaian yang sopan dan ber¬sih. Karena kondisi yang higienis membuktikan bahwa seorang murid siap mendapatkan pelajaran dan ilmu. Maka jangan salahkan apabila ilmu tidak meresap dalam dada lantaran kondisi kita yang kurang siap, pakaian penuh keringat, kepanasan dan sebagainya.

10. Apabila ada pelajaran yang tidak dipahami maka bertanyalah ke-pada guru dengan baik. Bertanya dengan tenang, tidak tergesa-gesa dan pergunakanlah bahasa yang santun lagi sopan. Jangan guru itu dipanggil dengan namanya, katakanlah wahai guruku dan semisalnya. Karena guru perlu dihormati, jangan disamakan de¬ngan teman. Allah berfirman; 
Artinya: “Janganlah kau jadikan panggilan Rasul diantara kau menyerupai panggilan sebahagian kau kepada sebahagian (yang lain).” (QS. An-Nur ayat 63)


b) Tugas pembimbing dan pengajar antara lain:

1. Belas kasih kepada murid dan memperlakukan mereka menyerupai anak-anaknya. Rasulullah bersabda:

اِنَّمَا اَنََا لَكُمْ مِثْلُ الوَالِدِ لِوَلَدَهُ

Artinya: “Sesungguhnya saya bagi kalian ialah bagaikan orang renta kepada anaknya”.

2. Meneladani Rasulullah dengan tidak meminta upah mengajar, tidak bertujuan mencari imbalan ataupun ucapan terima kasih, tetapi mengajar semata-mata lantaran Allah dan taqarrub kepada-Nya. Sebagimana firman Allah:

Artinya: “Dan (dia berkata): "Hai kaumku, saya tiada meminta harta benda kepada kau (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah”. (QS. Hud ayat 29) 

3. Tidak meninggalkan nasehat kepada murid sama sekali, menyerupai melarangnya dari perjuangan untuk beralih kepada suatu tingkatan sebelum berhak menerimanya, dan mendalami ilmu tersembunyi sebelum menguasai ilmu yang jelas. Kemudian mengingatkan murid bahwa tujuan mencari ilmu ialah mendekatkan diri kepada Allah swt. bukan untuk meraih kekuasaan, kedudukan dan persaingan. Juga sedapat mungkin memeberikan citra betapa jeleknya hal itu pada dirinya.

4. Mencegah murid dari budpekerti yang buruk dengan jalan sindiran, sedapat mungkin tidak dengan terang-terangan, dengan jalan kasih sayang, tidak dengan jalan membuka rahasia. Kerana cara terang-terangan bisa mengurangi kewibawaan dan menjadikan keberanian untuk membangkang.

5. Guru yang menekuni sebagian ilmu hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang tidak ditekuninya, contohnya menyerupai guru bahasa mencela fiqih, guru fiqh mencela ilmu hadits dan tafsir dengan menyampaikan bahwa ilmu itu hanya kutipan dan periwayatn semata-mata, dan guru teologi mencela fiqh dengan menyampaikan fiqh ialah ilmu yang berbicara perihal haid perempuan tetapi tidak pernah bicara perihal sifat Allah. Ini semua ialah budpekerti tercela bagi para guru yang harus dijauhi.

6. Membatasi sesuai dengan kemampuan pemahaman murid, tidak memberikan kepadanya apa yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan akalnya biar tidak membuatnya enggan atau memberatkan akalnya, lantaran meneladani Rasulullah hendaknya memberikan hal yang gotong royong apabila dikatahui bahwa kemampuan pemahamannya terbatas. 
Rasulullah bersabda: 

مَا اَحَدٌ يُحَدِّثٌ قَوْمًا بِحَدِ يْثٍ لَاتَبْلُغُهُ عُقُوْلُهُمْ اِلَّا كَانَ فِتْنَةً عَلَى بَعْضِهِمْ

Artinya: “Tidaklah seseorang itu berbicara kepada suatu kaum dengan suatu pembicaraan di mana nalar mereka tidak hingga padanya melainkan pembicaraan itu menjadi fitnah di antara mereka”.

7. Hendaknya guru mengamalkan ilmunya, yakni perbuatannya tidak mendustakan perkataannya, lantaran ilmu itu diperoleh dengan pandangan hati sedangkan pengamalan itu diperoleh dengan pandangan mata. Jika amal perbuatan bertentangan dengan ilmu maka tidak akan mempunyai daya bimbing. Setiap orang yang melaksanakan sesuatu kemudian berkata kepada orang lain. “Janganlah kau melakukannya” maka hal ini akan menjadi racun yang membinasakan. Perumpamaan guru yang membimbing murid menyerupai bayangan dengan tongkat, bagaimana bayangan bisa lurus bila tongkatnya bengkok. 

Allah berfirman:

Artinya: “Mengapa kau suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kau melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,” (QS.Al-Baqarah ayat 44)   

8. Berhati-hati, tidak sembarangan menjawab pertanyaan. Ketika mendapatkan pertanyaan dari murid, biasanya seorang guru berhasrat untuk menjawabnya. Ini ialah hal yang wajar. Menjadi tidak masuk akal ketika, lantaran merasa malu bila dikatakan tidak bisa menjawab pertanyaan, seorang guru selalu menjawab setiap pertanyaan murid, padahal dia sendiri tidak memahami masalah tersebut. Hal ini tentu berakibat buruk.

9. Tawadlu dan tidak sombong, tidak menolak kebenaran dari orang lain, walaupun lebih muda usianya. Seorang guru layaknya menjadi teladan bagi muridnya bahwa berguru itu bisa dari siapa saja, termasuk orang yang usianya lebih muda. Jangan mentang-mentang sudah jadi guru, kemudian enggan berguru dari orang yang lebih muda, bahkan muridnya sendiri pun. Sesungguhnya Allah mengasihi orang ‘alim yang rendah hati dan membenci orang ‘alim yang angkuh. Dan, barangsiapa yang bersikap rendah hati semata-mata lantaran Allah, maka Allah akan mewariskan nasihat kepadanya.

10. Jika berbuat salah mengakui dan mau memperbaiki (insyaf). Kadang kala kita temui ada seorang guru yang merasa dirinya paling arif dan paling benar. Dia tidak mau mendapatkan kritikan dan saran dari orang lain. Ada juga yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi guru sehingga dia merasa paling berpengalaman. Ketika ada yang memberi saran kepada akan suatu hal, dia malah berkata: “Aku ini sudah jadi guru 30 tahun, kau anak kemaren sore gak usah banyak omong”. Seharusnya perilaku menyerupai itu tidak selayaknya dimiliki oleh seorang guru lantaran merupakan budpekerti yang tidak baik. 


DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Imam. Ihya’ Ulumiddin Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama. Semarang: CV.Asy-Syifa’, 2009.
At Tirmidzi, Muhammad Isa bin Surah. Sunan At Tirmidzi Juz 4. Semarang: CV. Asy-Syifa’,1992
Hawwa, Sa’id bin Muhammad Daib, Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu. Jakarta: Robbani Press, 2001.
Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Kitab al-Ilmi, Bab Maa Jaa a Fii al-Haditsi Ngan Bani Israil, (Beirut: Dar al-Fikr), jilid 4.
Yusuf, Ahmad Muhamma. Himpunan Dalil dalam Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: PT. Media Suara Agung, 2008.

Related

Hadis Pendidikan 5441863998548582657

Hot in week

Recent

TOP

Adab dalam Islam Adzan Ajian Semar Mesem Ajian Semar Mesem Jarak Jauh Ajian Semar Mesem Jaran Gorang Ajian Semar Mesem Tanpa Puasa Akhir Zaman Akhlak Tasawuf Amalan AMALAN DAN AJIAN Aplikasi Islami Aqiqah AZIMAT Bahasa Indonesia Bisnis Online BULU PERINDU Cara Menggunakan Semar Mesem CARA MUDAH Doa Doa Anak Sholeh Doa Bahasa Arab DOA DAN AMALAN Doa Enteng Rezeki Doa Kehamilan Doa Para Nabi DOA PEMIKAT HATI WANITA Doa Sehari-hari Doa Selamat Doa Sholat Doa Suami Istri Doa Tolak Bala Doa-Doa Doa-doa Khusus Fatwa MUI Fiqih Hadis Pendidikan Hadits Haji Hukum Islam Ibadah Muslim Ilmu Pendidikan Informasi Islam Iqomah Kajian Islam Kata Bijak KEJAWEN Keris Semar Mesem Kesehatan Islami Kewajiban Muslim Kisah Nabi Kisah Para Nabi Kumpulan Do'a Kumpulan Do'a Manajemen Pendidikan Manajemen SDM Pendidikan Islam (Pasca Sarjana) Mantra Semar Mesem Masail Fiqhiyah Masjid Metodologi Penelitian Kuantitatif (Pasca Sarjana) Metodologi Studi Islam (MSI) Motivasi Muslimah Naishaihul Ibad NEW TOP Niat Nuansa Islam PAGAR NUSA Pascasarjana (Metodologi Studi Islam) Pascasarjana (Studi Materi PAI ) pelet PELET AMPUH PENAGKAL PENCAK SILAT Pendidikan Islam Pendidikan Kewarganegaraan PENGASIHAN Pengembangan Kurikulum pengertian PENGLARIS Perbandingan Madzab Pernikahan Islam Psikologi Perkembangan Psikologi Umum Puasa Puisi Qunut RAJAH Ramadhan Renungan Sejarah Islam Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia Sejarah Peradaban Islam Semar Mesem Shalat Shalat Sunat Sholat Sholat Ashar Sholat Dzuhur Sholat Isya Sholat Magrib Sholat Subuh Siraman Rohani Slider Sosial Studi Fiqih Study Materi Aqidah Akhlak Subhanallah Sunat Sunnah Surat Al-Qur'an Tafsir Al Quran Tafsir Al-Qur’an dan Hadits Tarbawi (Pasca Sarjana) Tahukah Kamu? Tanya-Jawab Tasbih Thaharah ULAMA KITA Ulumul Hadits Ulumul Qur'an Umat Muslim Ushul Fiqh Wajib Zakat Zakat - Amal - Sedekah
item