Belajar Ihwal Indahnya Persahabatan / Pertemanan Dalam Islam ( Bab Pertama )
*** Indahnya Persahabatan / Pertemanan Dalam Islam *** ( penggalan pertama ) Oleh Himler Usman السَّلاَمُ عَلَي...
https://kajianamalan.blogspot.com/2019/07/belajar-ihwal-indahnya-persahabatan_13.html
*** Indahnya Persahabatan / Pertemanan Dalam Islam ***
( penggalan pertama )
Oleh Himler Usman
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتهُ
ِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ.
Allah Subhanahu wa Ta'aalaa berfirman yang artinya :
“Wahai Muhammad tabahkanlah dirimu bersama orang-orang yang tekun beribadah kepada Allah baik pagi maupun sore, demi mencari keridhaan-Nya. Jangan alihkan perhatian kau dari orang-orang yang tekun beribadah, hanya lantaran kau menginginkan kesenangan hidup dunia. Janganlah kau taat kepada orang-orang yang lalai mengingat Allah dan mengikuti hawa nafsunya. Usaha mereka itu pasti sia-sia (QS. Al-Kahfi: 28)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali org yg bertaqwa.” (HR. Ahmad )
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Sesungguhnya perumpamaan sahabat yang baik (shalih/ shalihah) dan sahabat yang jahat yakni menyerupai pembawa minyak wangi dan peniup api berilmu besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan mengkremasi bajumu atau engkau akan mencium darinya kedaluwarsa yang tidak sedap”.(HR. Bukhari dan Muslim)
Sahabat-sahabatku yg dirahmati Allah
Secara umum, orang merasa bahagia dengan banyak teman. Manusia memang tidak sanggup hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti, bahwa seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang berdasarkan selera nafsunya. Sebab, sahabat yakni personifikasi diri.
Manusia selalu menentukan sahabat yang menyerupai dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan, sahabat sepemikiran. Karena itu, Islam memberi batasan-batasan yang terang dalam soal pertemanan.
Teman mempunyai dampak yang besar sekali. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Makna hadits di atas yakni seseorang akan berbicara dan berperilaku menyerupai kebiasaan kawannya. Karena itu ia Shalallaahu alaihi wasalam mengingatkan supaya kita cermat dalam menentukan teman.
Kita harus kenali kualitas beragama dan adat mitra kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita temani. Sebaliknya, jikalau ia seorang yang jelek akhlaknya dan suka melanggar pedoman agama, kita harus menjauhinya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa.” (HR. Ahmad )
Termasuk dalam larangan di atas yakni berteman dengan pelaku dosa-dosa besar dan jago maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan munafik.
Persahabatan yang paling agung yakni persahabatan yang dijalin di jalan Allah dan lantaran Allah, bukan untuk mendapat manfaat dunia, materi, jabatan atau sejenisnya.
Persahabatan yang dijalin untuk saling mendapat laba duniawi sifatnya sangat sementara. Bila laba tersebut telah sirna, maka persahabatan pun putus.
Berbeda dengan persahabatan yang dijalin lantaran Allah, tidak ada tujuan apa pun dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapat ridha Allah. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat kesepakatan Allah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, ‘Di mana orang-orang yang saling menyayangi lantaran keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dlm lindungan-Ku, pada hari yang tdk ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku.” (HR. Muslim)
Dari Mu’adz bin Jabal berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Wajib untuk mendapat kecintaan-Ku orang-orang yang saling menyayangi lantaran Aku dan yang saling berkunjung krn Aku dan yang saling berkorban lantaran Aku.” (HR. Ahmad).
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadits Abu Hurairah ra , diceritakan, “Dahulu ada seorang pria yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, ‘Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi sahabat saya di desa ini’, jawabnya, ‘Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?’ ‘Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya lantaran Allah Azza wa Jalla’, jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, “Sesungguhnya saya ini yakni utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bantu-membantu Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah menyayangi temanmu lantaran Dia.” (HR.Muslim)
Anas ra meriwayatkan, “Ada seorang pria di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba ada sahabat lain yang berlalu. Laki-laki tersebut kemudian berkata, “Ya Rasulullah, sungguh saya menyayangi orang itu (karena Allah)”. Maka Nabi saw bertanya “Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?” “Belum”, jawab pria itu. Nabi bersabda, “Maka berdiri dan beritahukanlah padanya, pasti akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian.” Lalu ia berdiri dan memberitahukan, “Sungguh saya menyayangi anda lantaran Allah.” Maka orang ini berkata, “Semoga Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya.” (HR. Ahmad).
Hal yang harus diperhatikan oleh orang yang saling menyayangi lantaran Allah yakni untuk terus melaksanakan penilaian diri dari waktu ke waktu. Adakah sesuatu yang mengotori kecintaan tersebut dari banyak sekali kepentingan duniawi?
Paling tidak, ketika bertemu dengan sahabat hendaknya kita selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan kasih sayang yakni saling memberi hadiah di antara sesama teman. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yg artinya : “Saling berjabat tanganlah kalian, pasti akan hilang kedengkian. Saling memberi hadiahlah kalian, pasti kalian saling menyayangi dan hilang (dari kalian) kebencian.” (HR. Imam Malik).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda yang artinya : “Sesungguhnya perumpamaan sahabat yang baik (shalih/shalihah) dan sahabat yang jahat yakni menyerupai pembawa minyak wangi dan peniup api berilmu besi. Pembawa minyak wangi mungkin akan mencipratkan minyak wanginya itu atau engkau membeli darinya atau engkau hanya akan mencium aroma harumnya itu. Sedangkan peniup api tukang besi mungkin akan mengkremasi bajumu atau engkau akan mencium darinya kedaluwarsa yang tidak sedap”.(HR. Bukhari dan Muslim)
Allah memerintahkan untuk berteman dengan orang-orang baik dan shalih. Karena sahabat menyerupai itu akan membantu dan mendorong kita berbuat baik. Berbeda dengan sahabat buruk, akhir jelek paling rendah mereka akan menciptakan waktu kita habis sia-sia tanpa berguna.
Bahaya terbesarnya, berteman dengan mereka sanggup merusak iman dan agama kita, sehingga akan bersama mereka di alam abadi kelak. Karena itu Al-Qur’an dan Sunnah sangat-sangat melarang berteman dengan mereka.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
“Wahai Muhammad tabahkanlah dirimu bersama orang-orang yang tekun beribadah kepada Allah baik pagi maupun sore, demi mencari keridhaan-Nya. Jangan alihkan perhatian kau dari orang-orang yang tekun beribadah, hanya lantaran kau menginginkan kesenangan hidup dunia. Janganlah kau taat kepada orang-orang yang lalai mengingat Allah dan mengikuti hawa nafsunya. Usaha mereka itu pasti sia-sia (QS. Al-Kahfi: 28)
Jika demikian, di mana kita sanggup temukan teman-teman yang baik? Siapa yang ingin mendapat teman-teman yang shalih hendaknya ia mencarinya di masjid-masjid. Karena orang shalih banyak ditemukan di sana. Di sana ditegakkan ibadah kepada Allah, disuarakan dzikir, dikaji petunjuk-Nya, ditegakkan nasehat agama dan kegiatan-kegiatan faktual lainnya. Sungguh para ulama salaf menilai orang berdasarkan ilmu, akhlak, pengamalannya terhadap sunnah, dan perannya untuk dien ini.
Ja’far as-Shadiq berkata kepada anaknya, “Anakku, jangan berteman dengan tiga orang; orang yang durhaka kepada orangtuanya, alasannya yakni dia telah dilaknat oleh Allah. Orang jahat, alasannya yakni kejahatannya akan menular ke dalam dirimu. Dan pemboong, alasannya yakni kebohongan sanggup mendekatkan segala yang jauh dan menjauhkan semua yang dekat.
Ibnu Katsir berkata, Allah mengabadikan seekor anjing dalam al-Qur’an, lantaran hewan itu erat dengan ahabul khafi yang saleh. Sementara itu, Abu Thalib terseret ke dalam neraka akhir teman-temannya yang hina semacam debu jahal dan lainnya.
Apakah ciri-ciri seorang sahabat yang baik?
( bersambung )
Demikian uraian ttg pertemanan penggalan pertama ini dan insya Allah akan dilanjutkan penggalan kedua. Semoga ada manfa'atnya dalam rahmah dan ridha Allah Ta'aalaa. Aamiin...,