Ilmu Pagar Nusa: Walisongo Kawinkan Ilmu Beladiri Dengan Islam
Jakarta, NU Online Walisongo mengembangkan Islam di tanah Jawa dengan pendekatan kultural. Mereka memakai budaya sebagai media dakwah. Bu...

https://kajianamalan.blogspot.com/2019/10/ilmu-pagar-nusa-walisongo-kawinkan-ilmu.html
Jakarta, NU Online
Walisongo mengembangkan Islam di tanah Jawa dengan pendekatan kultural. Mereka memakai budaya sebagai media dakwah. Budaya tersebut kemudian diberi nafas Islam.
Demikian disampaikan salah seorang Pengurus Pusat Pagar Nusa, Gus Yusuf yang dikenal dengan julukan Ki Cokro Santri, selepas program soft launching Pagar Nusa 2012 di Museum Fatahillah, Jakarta, final pekan lalu.
“Misalnya Raden Said yang dikenal Sunan Kalijaga, yang memperlihatkan nafas Islam dalam pagelaran wayang. Wayang itu kan berbasis dongeng Mahabarata yang berisi aliran Hindu-Budha. Kemudian, dengan media yang sama, ajarannya diganti unsur-unsur Islam. Lahirlah istilah jimat kalimosodo,” jelasnya.
Begitu juga dalam ilmu beladiri, lanjut Gus Yusuf yang merupakan pengasuh Paguron Sapujagad yang bernaung di Pagar Nusa ini, Walisongo juga melaksanakan hal serupa.
“Ilmu Bandungbondowoso dan Rawarontek misalnya, pada mulanya ialah ilmu-ilmu dari aliran pra-Islam. Tapi kemudian Walisongo mengawinkannya dengan Islam. Maka muncullah kalimah Allah dalam bacaan ilmu itu,” tambahnya.
Menurut Gus Yusuf, hal itu merupakan kerarifan dari Walisongo dalam menyikapi situasi masyarakat pulau Jawa pada waktu itu.
Walisongo mengembangkan Islam di tanah Jawa dengan pendekatan kultural. Mereka memakai budaya sebagai media dakwah. Budaya tersebut kemudian diberi nafas Islam.
Demikian disampaikan salah seorang Pengurus Pusat Pagar Nusa, Gus Yusuf yang dikenal dengan julukan Ki Cokro Santri, selepas program soft launching Pagar Nusa 2012 di Museum Fatahillah, Jakarta, final pekan lalu.
“Misalnya Raden Said yang dikenal Sunan Kalijaga, yang memperlihatkan nafas Islam dalam pagelaran wayang. Wayang itu kan berbasis dongeng Mahabarata yang berisi aliran Hindu-Budha. Kemudian, dengan media yang sama, ajarannya diganti unsur-unsur Islam. Lahirlah istilah jimat kalimosodo,” jelasnya.
Begitu juga dalam ilmu beladiri, lanjut Gus Yusuf yang merupakan pengasuh Paguron Sapujagad yang bernaung di Pagar Nusa ini, Walisongo juga melaksanakan hal serupa.
“Ilmu Bandungbondowoso dan Rawarontek misalnya, pada mulanya ialah ilmu-ilmu dari aliran pra-Islam. Tapi kemudian Walisongo mengawinkannya dengan Islam. Maka muncullah kalimah Allah dalam bacaan ilmu itu,” tambahnya.
Menurut Gus Yusuf, hal itu merupakan kerarifan dari Walisongo dalam menyikapi situasi masyarakat pulau Jawa pada waktu itu.