Ilmu Aktraksi Pagar Nusa (Ilmu Pembangkang Bondowoso Dan Rawa Rontek)
Jakarta, NU Online Halaman museum Fatahillah, Jakarta, final pekan lalu, dipenuhi orang-orang berpakaian hitam-hitam. Mereka membentuk li...

https://kajianamalan.blogspot.com/2019/10/ilmu-aktraksi-pagar-nusa-ilmu.html
Jakarta, NU Online
Halaman museum Fatahillah, Jakarta, final pekan lalu, dipenuhi orang-orang berpakaian hitam-hitam. Mereka membentuk lima kelompok yang berbaris rapi menghadapi pentas sederhana tanpa lindungan terik matahari pukul sembilan pagi yang menyengat. Mereka ialah 300 satria Pagar Nusa yang menghadiri “Soft Launching Festival Pagar Nusa 2012”.
Seorang berpakaian hitam-hitam berjulukan Sugeng, berlari ke hadapan pentas diiringi rampak gendang berirama padungdung, yang bernada cepat. Ia kemudian berjumpalitan di udara berkali-kali, seolah menerjang musuh di hadapannya. Kemudian ia berhenti, bangun tegak dan menjura kepada tamu permintaan yang duduk di kursi, dinaungi tenda, yang ada di sebelah kanan pentas.
Di tenda itu, tampak Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (IPS-NU) Pagar Nusa KH Fuad Anwar, Staf Ahli Kementerian Pemuda dan Olahraga Tunas Dwidharto, perwakilan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif M. Farid, jajaran pengurus Pagar Nusa dan tamu undangan. Mereka menyimak gerak-gerik satria Sugeng yang menjura ke empat penjuru arah mata angin.
Kemudian tiga orang menghampiria Sugeng. Mereka mengikatkan sepuluh borgol di kedua pergelangan tangannya, dan dua borgol di kedua ibu jarinya. Sugeng kemudian mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.
Adegan itu, kontan saja menarik perhatian ratusan pengunjung Kota Tua yang sedang berakhir pekan. Tanpa dikomandoi siap pun mereka merangsek, mendekati Sugeng.
Sugeng kemudian menolakkan kedua belah tangannya. Dan seketika itu pula, borgol besi itu awut-awutan di pelataran halaman museum Fatahillah. Tepuk tangan pun mengiringi jatuhnya besi-besi itu.
“Sugeng memakai ilmu Bandung Bondowoso,” terang Gus Yusuf dari Pengurus Pusat Pagar Nusa.
Sugeng kemudian membuka baju hitamnya. Seorang temannya yang menenteng cemeti sepanjang satu setengah meter mendekat. Tanpa tedeng aling-aling, ia menghantam perut dan punggung Sugeng, “tar…tar..tar…”
Tak dinyana, Sugeng hanya senyum-senyum. Ia seolah tak merasa apa-apa, meski garis-garis merah membekas di tubuhnya.
Atraksi selanjutnya semakin berbahaya. Seorang sahabat Sugeng kali ini yang melakukannya. Kedua tangannya diikat tambang sebesar ibu jari. Kemudian kedua tali itu ditarik dua buah motor bebek. Kedua motor itu digas berbarengan ke arah bertolakkan. Tapi tak seinci pun bannya bergeser.
“Kali ini beliau memakai Rawa Rontek,” terperinci Gus Yusuf lagi menjelaskan atraksi itu. “Kalaupun tubuhnya penggal, pemilik ilmu itu akan tenang-tenang saja alasannya bab tubuhnya akan nyambung kembali,” tambahnya.
Redaktur: A. Khoirul Anam
Penulis: Abdullah Alawi
Halaman museum Fatahillah, Jakarta, final pekan lalu, dipenuhi orang-orang berpakaian hitam-hitam. Mereka membentuk lima kelompok yang berbaris rapi menghadapi pentas sederhana tanpa lindungan terik matahari pukul sembilan pagi yang menyengat. Mereka ialah 300 satria Pagar Nusa yang menghadiri “Soft Launching Festival Pagar Nusa 2012”.
Seorang berpakaian hitam-hitam berjulukan Sugeng, berlari ke hadapan pentas diiringi rampak gendang berirama padungdung, yang bernada cepat. Ia kemudian berjumpalitan di udara berkali-kali, seolah menerjang musuh di hadapannya. Kemudian ia berhenti, bangun tegak dan menjura kepada tamu permintaan yang duduk di kursi, dinaungi tenda, yang ada di sebelah kanan pentas.
Di tenda itu, tampak Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (IPS-NU) Pagar Nusa KH Fuad Anwar, Staf Ahli Kementerian Pemuda dan Olahraga Tunas Dwidharto, perwakilan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif M. Farid, jajaran pengurus Pagar Nusa dan tamu undangan. Mereka menyimak gerak-gerik satria Sugeng yang menjura ke empat penjuru arah mata angin.
Kemudian tiga orang menghampiria Sugeng. Mereka mengikatkan sepuluh borgol di kedua pergelangan tangannya, dan dua borgol di kedua ibu jarinya. Sugeng kemudian mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.
Adegan itu, kontan saja menarik perhatian ratusan pengunjung Kota Tua yang sedang berakhir pekan. Tanpa dikomandoi siap pun mereka merangsek, mendekati Sugeng.
Sugeng kemudian menolakkan kedua belah tangannya. Dan seketika itu pula, borgol besi itu awut-awutan di pelataran halaman museum Fatahillah. Tepuk tangan pun mengiringi jatuhnya besi-besi itu.
“Sugeng memakai ilmu Bandung Bondowoso,” terang Gus Yusuf dari Pengurus Pusat Pagar Nusa.
Sugeng kemudian membuka baju hitamnya. Seorang temannya yang menenteng cemeti sepanjang satu setengah meter mendekat. Tanpa tedeng aling-aling, ia menghantam perut dan punggung Sugeng, “tar…tar..tar…”
Tak dinyana, Sugeng hanya senyum-senyum. Ia seolah tak merasa apa-apa, meski garis-garis merah membekas di tubuhnya.
Atraksi selanjutnya semakin berbahaya. Seorang sahabat Sugeng kali ini yang melakukannya. Kedua tangannya diikat tambang sebesar ibu jari. Kemudian kedua tali itu ditarik dua buah motor bebek. Kedua motor itu digas berbarengan ke arah bertolakkan. Tapi tak seinci pun bannya bergeser.
“Kali ini beliau memakai Rawa Rontek,” terperinci Gus Yusuf lagi menjelaskan atraksi itu. “Kalaupun tubuhnya penggal, pemilik ilmu itu akan tenang-tenang saja alasannya bab tubuhnya akan nyambung kembali,” tambahnya.
Redaktur: A. Khoirul Anam
Penulis: Abdullah Alawi