Belajar Perihal Bunga Bank Dan Kredit (Masail Fiqhiyah)

Oleh Moh. Faiz Zein, Syaiful Anwar   A. Pengertian Bunga Bank Bank (perbankan) yakni suatu forum keuangan yang fungsi utamanya men...

A+ A-
Oleh Moh. Faiz Zein, Syaiful Anwar  

A. Pengertian Bunga Bank

Bank (perbankan) yakni suatu forum keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik perorangan atau tubuh guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga. 

Rente yakni istilah yang berasal dari Bahasa Belanda yang lebih dikenal dengan bunga. Rente berdasarkan Fuad Ahmad Fachruddin sebagaimana dikutip oleh Ali Hasan, yakni laba yang diperoleh perusahaan bank, karena jasanya meminjamkan uang untuk melancarkan perusahaan orang yang meminjam. Menurut M. Hatta, ada perbedaan antara riba dan rente, riba yakni untuk proteksi yang bersifat konsumtif, sedangkan rente yakni untuk proteksi yang bersifat produktif.

Mengenai persoalan utang piutang atau pinjam meminjam pada bank, bagaimana pandangan Islam wacana pelaksanaan mendapatkan proteksi dan memperlihatkan proteksi dengan menggunakan bunga? Apakah ini termasuk riba yang tidak boleh agama atau tidak. Dengan demikian kita terlebih dahulu mendefinisikan apa itu riba.


B. Riba

Riba berasal dari bahasa Arab, yaitual-ziyadah artinya tambahan, yang maksudnya yakni pemanis pembayaran atas uang pokok pinjaman. Al-Jurjani merumuskan definisi riba sebagai berikut :

الرِّبَا فِى الشَّرْعٍ هُوَ فًضْلٌ خَالِ عَنْ عِوَضٍ شُرِطَ لأ حَدِ الْعَا قِدَيْنِ

“Riba yakni kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang menciptakan komitmen (transaks).” 

Istilah riba yang digunakan sebagai pegangan yakni pemanis tanpa imbangan yang disyaratkan kepada salah satu dari dua pihak yang melaksanakan muamalah utang piutang atau tukar menukar barang. Bila dikaitkan dengan utang piutang, maka riba yakni pemanis tanpa imbangan yang disyaratkan oleh pihak yang meminjamkan atau berpiutang (kreditur) kepada pihak peminjam.

Para ulama telah setuju wacana riba dalam jual beli ada dua bagian, yaitu riba nasiah dan riba fudhuli. Riba nasiah, yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan pembayaran utang. Riba nasiah ini riba yang terang diharamkan karena keadaan sendirinya. Riba fudhuli atau riba yang samar yaitu riba yang dilakukan karena alasannya lain, yaitu riba yang terjadi karena adanya pemanis pada jual beli benda yang sejenis. Riba fudhuli ini diharamkan karena untuk mencegah timbulnya riba nasiah. 

Dasar aturan diharamkannya riba nasiah yakni hadits Nabi:لا ربا الا فى النسيئة
Artinya: “Tidak ada riba kecuali pada riba nasiah”. Adapun diharamkannya riba fudhuli yakni hadits Nabi, sebagai berikut:

عن ابى هر يرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : الذَّهَبُ بِالذَّهَبٍ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلا بِمِثْلٍ, وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلا بِمِثْلٍ, فَمَنْ زَا دَاَوِاسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا.

“Dari Abi Hurairah ra. Ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda : Emas dengan emas lagi yang sama jenisnya dan timbangannya, perak dengan perak lagi sama jenis dan timbangannya; barangsiapa yang menambah atau minta tambah, itu yakni riba”. (HR. Muslim) 

Selain itu juga ada riba dalam utang piutang yang terbagi pada riba qordh dan riba yad. Ulama juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara ijma’ berdasarkan nash al-Qur’an dan Hadits.

Islam terang mengharamkan riba melalui ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi seperti:

1. Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 275:

وَأَحَلَّ الله الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبًا

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

2. Al-Qur’an suratAli Imran ayat 130:

يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا لا تَأْكُلُوْا الرِّبَا أَضْعَفًا مُضَاعَفًا

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau makan riba dengan berlipat ganda.”

3. Hadits Nabi dari Jabir:

عن جابر لعن رسول الله عليه وسلم اكل الربا ومواكله وكا تبه وشا هد به

Dari Jabir, Rasulullah saw melaknat pemakan riba, yang mewakilkannya, penulisnya dan yang menyaksikannya.” (HR. Muslim)

C. Pandangan Para Ulama dan Cendekiawan Muslim Terhadap Bunga Bank.

Sampai kini para ulama dan cendekiawan muslim masih beda pendapat wacana aturan bermuamalah dengan bank konvensional dan aturan bunga bank di antaranya:

1. Abu Zahrah, Abu ‘Ala al-Maududi, Muhammad Abdullah al’Arabi dan Yusuf Qardhawi menyampaikan bahwa itu termasuk riba nasiah yang tidak boleh oleh Islam. Karena itu umat Islam tidak boleh bermuamalah dengan bank yang menggunakan sistem bunga, kecuali alam keadaan darurat atau terpaksa. Bahkan bagi Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah darurat atau terpaksa, tetapi secara mutlak ia mengharamkannya. Namun bagi yang terpaksa, maka agama membolehkan meminjam uang di bank itu dengan bunga. Hal ini berdasarkan kaidah: الضررة تبيح المظورات, artinya: “Keadaan terpaksa membolehkan hal-hal yang diharamkan.” Dalam keadaan ini dosa hanya ditanggung oleh yang meminjamkan uang dengan bunga.

2. Musthafa Ahmad Zarqo Guru besar Hukum Islam dan Hukun Perdata pada universitas Syiria di Damaskus mengemukakan, bahwa riba yang diharamkan menyerupai riba yang berlaku pada masyarakat jahiliyah, yang merupakan pemerasan terhadap orang yang lemah bersifat konsumtif. Berbeda dengan yang bersifat produktif, tidak bersifat haram. M. Hatta pun beropini demikian.

3. A. Hasan, pendiri dan pemimpin Pesantren Bangil (PERSIS) beropini bahwa bunga bank yang berlaku menyerupai di Indonesia, bukan riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagaimana yang dimaksudkan oleh Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 130.

4. Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamar di Sidoarjo tahun 1968 memutuskan: (a) riba hukumnya haram dengan nash sharih Qur’an dan Sunnah;(b) bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal; (c) bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebalikya yang selama ini berlaku, termasuk perkara “mutasyabihat”; (d) menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian khusus forum perbankan yang sesuai dengan aqidah Islam. 


D. Pengertian Kredit

Kredit dalam bahasa Arab yakni dari kata “taqsith” yang berarti bagian, jatah, membagi-bagi. Adapun secara istilah kredit yakni sesuatu yang dibayar secara berangsur-angsur, baik itu jual beli maupun dalam pinjam-meminjam. Misalnya: seseorang membeli kendaraan beroda empat ke sebuah dealer dengan uang muka 10% dan sisanya di bayar secara berangsur-angsur selama sekian tahun dan dibayar 1 kali dalam sebulan.

Contoh lain, seorang ibu rumah tangga membeli alat-alat rumah tangga kepada seseorang pedagang keliling, biasanya dilakukan atas dasar kepercayaan penuh antara kedua belah pihak, kadang kala menggunakan uang muka dan terkadang tidak sama sekali, biasanya pembayaran dilakukan dengan angsuran satu kali dalam seminggu. Kredit sanggup pula terjadi pada seseorang yang meminjam uang ke Bank atau Koperasi, kemudian proteksi terebut dibayar berangsur-angsur, ada yang dibayar setiap hari, mingguan, dan ada pula yang dibayar satu kali dalam sebulan. 

D. Jual Beli Kredit Ditinjau dari Hukum Islam

Mengenai jual beli kredit dengan menambahkan harga barang itu, para ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan ada juga yang melarang.

1. Jumhur ulama andal fiqih menyerupai Hanafi, Syafi’i, Zaid bin Ali beropini bahwa jual beli yang pembayarannya ditangguhkan dan ada penambahan harga untuk penjual karena penangguhan tersebut yakni shah, karena berdasarkan mereka penangguhan itu yakni harga. 

2. Jumhur ulama menetapkan bahwa seorang pedagang boleh menaikkan harga berdasarkan yang pantas, karena intinya hal itu boleh dan nash yang mengharamkannya tidak ada. Sebaliknya bila hingga batas kezaliman hukumnya menjelma haram.

3. Sebagian fuqaha mengharamkannya dengan alasan bahwa penambahan harga itu berkaitan dengan persoalan waktu, hal itu berarti tidak ada bedanya dengan riba. Demikan klarifikasi Yusuf al-Qardhawi dalam kitabnya Halal dan Haram.

4. Pendapat lain menyampaikan upaya menaikkan harga di atas harga sebetulnya karena kredit (penangguhan pembayaran) lebih akrab kepada riba nasiah. Hal itu jelas-jelas tidak boleh oleh al-Qur’an.

Tentang kebolehan pembelian kredit ini diperkuat oleh al-Shadiq Abdurrahman al-Sharyani, menurutnya, jual beli secara kredit boleh saja dilakukan sekalipun dengan harga lebih tinggi dari harga kontan, karena penundaan pembayaran termasuk harga. Dia merujuk kepada al-Syarh al-Kabir. Demikian juga al-Syirbashi dengan mengatakan:

اذا كان الأ جل فى البيع معلو ما صح هذا البيع ولا شيئ فيه وهو نوع من أنواع البيع الجا ئزة شرعا

Seandainya pembayaran kredit dalam jual beli diketahui kadarnya yang tertentu, maka jual beli tersebut shah dan tidak mengapa, bahkan ia termasuk salah satu jual beli yang dibolehkan agama.” 


DAFTAR PUSTAKA

Rifa’i, Moh. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang : PT Karya Toha Putra, 1978
Suhendi, Hendi . Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali, 
Sudrajat, Ajat. Fikih Aktual. Ponorogo : STAIN Ponorogo Press, 2008
Zuhdi, H. Masjfuk.  Masail Fiqhiyah. Jakarta : PT Gunung Agung, 1997


Related

Masail Fiqhiyah 3494585611602721606

Hot in week

Recent

TOP

Adab dalam Islam Adzan Ajian Semar Mesem Ajian Semar Mesem Jarak Jauh Ajian Semar Mesem Jaran Gorang Ajian Semar Mesem Tanpa Puasa Akhir Zaman Akhlak Tasawuf Amalan AMALAN DAN AJIAN Aplikasi Islami Aqiqah AZIMAT Bahasa Indonesia Bisnis Online BULU PERINDU Cara Menggunakan Semar Mesem CARA MUDAH Doa Doa Anak Sholeh Doa Bahasa Arab DOA DAN AMALAN Doa Enteng Rezeki Doa Kehamilan Doa Para Nabi DOA PEMIKAT HATI WANITA Doa Sehari-hari Doa Selamat Doa Sholat Doa Suami Istri Doa Tolak Bala Doa-Doa Doa-doa Khusus Fatwa MUI Fiqih Hadis Pendidikan Hadits Haji Hukum Islam Ibadah Muslim Ilmu Pendidikan Informasi Islam Iqomah Kajian Islam Kata Bijak KEJAWEN Keris Semar Mesem Kesehatan Islami Kewajiban Muslim Kisah Nabi Kisah Para Nabi Kumpulan Do'a Kumpulan Do'a Manajemen Pendidikan Manajemen SDM Pendidikan Islam (Pasca Sarjana) Mantra Semar Mesem Masail Fiqhiyah Masjid Metodologi Penelitian Kuantitatif (Pasca Sarjana) Metodologi Studi Islam (MSI) Motivasi Muslimah Naishaihul Ibad NEW TOP Niat Nuansa Islam PAGAR NUSA Pascasarjana (Metodologi Studi Islam) Pascasarjana (Studi Materi PAI ) pelet PELET AMPUH PENAGKAL PENCAK SILAT Pendidikan Islam Pendidikan Kewarganegaraan PENGASIHAN Pengembangan Kurikulum pengertian PENGLARIS Perbandingan Madzab Pernikahan Islam Psikologi Perkembangan Psikologi Umum Puasa Puisi Qunut RAJAH Ramadhan Renungan Sejarah Islam Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia Sejarah Peradaban Islam Semar Mesem Shalat Shalat Sunat Sholat Sholat Ashar Sholat Dzuhur Sholat Isya Sholat Magrib Sholat Subuh Siraman Rohani Slider Sosial Studi Fiqih Study Materi Aqidah Akhlak Subhanallah Sunat Sunnah Surat Al-Qur'an Tafsir Al Quran Tafsir Al-Qur’an dan Hadits Tarbawi (Pasca Sarjana) Tahukah Kamu? Tanya-Jawab Tasbih Thaharah ULAMA KITA Ulumul Hadits Ulumul Qur'an Umat Muslim Ushul Fiqh Wajib Zakat Zakat - Amal - Sedekah
item