Belajar Ihwal Dinamika Perkembangan Studi Islam Di Barat, Timur, Dan Indonesia
oleh Zulfa Umami Abdul Wahab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Islam awalnya dilakukan oleh Rasulullah ke...
https://kajianamalan.blogspot.com/2019/11/belajar-ihwal-dinamika-perkembangan.html
oleh
Zulfa Umami
Abdul Wahab
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam awalnya dilakukan oleh Rasulullah kepada keluarga dan para sahabatnya. Pendidikan Islam dilakukan secara bertahap, mulai dari sembunyi-sembunyi hingga terang-terangan. Lalu pendidikan Islam sanggup menyebar ke dunia Barat , dunia Timur, hingga ke Indonesia.
Pertama, Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai agama samawi terakhir lahir di Timur Tengah, tepatnya di Mekkah dan Madinah, yang selanjutnya menyebar tidak hanya dikawasan Timur Tengah melainkan juga ke berbagai tempat di dunia, termasuk Asia, Afrika, Eropa, dan Barat. Kedua, di kalangan pemikir Islam di Indonesia terdapat pro kontra perihal berguru Islam Barat. Ketiga, Islam di Barat ketika ini, bukan hanya dijadikan materi kajian akademik dan penelitian oleh para calon magister dan doctor pada banyak sekali perguruan tinggi terkemuka, menyerupai Harvard, UCL (Universitas California), Ohio dan Columbia di Amerika, atau beberapa universitas lainnya di Kanada, Australia dan Belanda, melainkan Islam juga telah menjadi fatwa yang dihayati, dipahami, dan diamalkan oleh banyak sekali lapisan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dinamika studi Islam pada sejarah awalnya ?
2. Bagaimana dinamika studi Islam di Timur ?
3. Bagaimana dinamika studi Islam di Barat ?
4. Bagaimana dinamika studi Islam di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Awal Studi Islam
Pada awalnya pendidikan Islam disampaikan oleh Rasulullah. Periode Rasulullah dibagi menjadi dua fase yaitu fase Makkah dan Madinah. Dalam dua fase ini, para pelopor pendidikan sanggup menyerap banyak sekali teori dan prinsip dasar yang berkaitan dengan pola-pola pendidikan dan interaksi sosial yang lazim dilaksanakan dalam setiap administrasi pendidikan Islam.[1]
1. Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah di Makkah
Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu yang pertama di gua hira’ di Makkah pada tahun 610 M. dalam wahyu itu termaktub ayat Al-Qur’an dalam surat al-Al-Alaq ayat 1-5:
Artinya: “Bacalah (ya Muhammad) dengan nama tuhanmu yang telah menjadikan (semesta alam). Dia menjadikan insan dari segumpal darah. Bacalah, dan tuhanmu maha pemurah. Yang mengajarkan dengan pena. Mengajarkan kepada insan apa yang belum diketahuinya.[2]
Kemudian disusul oleh wahyu yang kedua termaktub dalam Al-Qur’an surat Al Muddatssir ayat 1-5:
Artinya: Hai orang yang berkemul (berselimut). Bangunlah, kemudian berilah peringatan! dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah. dan perbuatan dosa tinggalkanlah. dan janganlah kau member (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.[3]
Secara lebih sederhana, pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah di Makkah yang bertujuan untuk membina pribadi muslim biar menjadi kader yang berjiwa besar lengan berkuasa dan dipersiapkan menjadi masyarakat Islam, mubaligh dan pendidik yang baik. Sesuai karakteristik perkembangan pendidikan Islam, maka tahapan pendidikan Islam periode Makkah terbagi menjadi :
a. Tahapan sembunyi
Dengan diturunkannya wahyu pertama, Rasulullah mulai membimbing dan mendidik umatnya. Pada awalnya dia melaksanakan dengan cara diam-diam dilingkungan sendiri diantara orang- orang terdekatnya. Rumah Al- Arqam bin Abil Arqam menjadi lembaga pendidikan Islam pertama sebagai tempat pertemuan Rasulullah SAW dengan sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya. Disanalah Rasulullah SAW mengajarkan dasar-dasar atau pokok-pokok Agama Islam dan membacakan wahyu-wahyu (ayat-ayat) Al-Qur’an.
b. Tahapan terang terangan
Setelah sekitar 3 tahun kemudian turun wahyu biar Rasulullah SAW berdakwah secara terang-terangan. termaktub dalam Firman Allah SWT, QS. Al-Hijr Ayat 94
Artinya : Maka sampaikan olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan(kepadamu) dan berpalinglah dari orang musyrik (QS. Al-Hijr : 94)[4]
Perintah dakwah terang-terangan ini seiring dengan semakin bertambah banyaknya jumlah sabahat Nabi SAW serta untuk meningkatkan jangkauan ajakan dakwah. Banyak tantangan dan penderitaan yang diterima Nabi dan sahabat-sahabatnya dari kaum quraisy, namun hal itu tidak menggoyahkan semangat untuk terus mempelajari fatwa Islam dan terus berdakwah.
c. Tahapan ajakan umum
Kemudian Rasulullah SAW merubah seni administrasi dakwah dengan ajakan umum, umat insan secara keseluruhan. Hal ini dilakukan pada musim-musim haji, ketika banyak kaum diluar Makkah berdatangan untuk melaksanakan haji. Pada tahapan ini berkat semangat yang tinggi dari para sahabat dalam mendakwahkan fatwa Islam, maka seluruh penduduk Yatsrib masuk Islam kecuali orang-orang Yahudi.
2. Pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah
Pendidikan di Madinah ialah sebagai pendidikan permulaan dan pengemabangan yang dilaksanakan sedikit lebih maju dan berkembang dibandingkan pendidikan di Makkah. Evaluasi dan pemberian ijazah sebagaimana yang dikenal pada ketika ini belum ada di Madinah ketika itu. Namun kepada sahabat yang dinyatakan sudah menguasai materi pelajaran di berikan oleh Nabi Muhammad SAW, diberikan hak untuk mengajar di banyak sekali wilayah kekuasaan Islam.[5]
Berbeda dengan periode di Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad juga mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala Negara.
Materi pendidikan sosial dan kewarnegaraan Islam pada masa itu ialah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam konstitusi Madinah, yang dalam prakteknya diperinci lebih lanjut dan di sempurnakan dengan ayat-ayat yang turun selama periode Madinah.
3. Perbedaan ciri pokok pendidikan Islam periode makkah dan madinah
A. Ciri Pokok Periode Makkah
Pokok pelatihan pendidikan Islam di kotaMakkah ialah pendidikan tauhid, titik beratnya ialah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu muslim, biar jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laris dalam kehidupan sehari-hari.
B. Ciri Pokok Periode Madinah
Pokok pelatihan pendidikan Islam di kota Madinah sanggup dikatakan sebagai pendidikan sosial dan politik. Yang merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Makkah, yaitu pelatihan di bidang pendidikan sosial dan politik biar dijiwai oleh ajaran, merupakan cermin dan pantulan sinar tauhid tersebut.[6]
Pada periode Madinah ialah disamping menyerupai periode Makkah juga terdapat perkembangan yaitu:
a) Prinsip pendidikan kesehatan (jasmani)
b) Prinsip pendidikan sosial
c) Prinsip pendidikan politik dan pemerintah
4. Kebijakan Rasulullah Dalam Bidang Pendidikan
Proses pendidikan pada zaman Rasulullah berada di Makkah belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal yang demikian belum di mungkinkan, kaena pada ketika itu Nabi Muhammmad belum berperan sebagai pemimipin atau kepala Negara, bahkan dia dan para pengikutnya berada dalam baying-bayang bahaya pembunuhan dan kaum kafir Quraisy. Selama di Makkah pendidikan berlangsung dari rumah ke rumah secara sembunyi-sembunyi. Diantaranya yang terkenal ialah rumah Al-Arqam. Langkah yang bijaka dilakukan Nabi Muhammad SAW pada tahap awal Islam ini ialah melarang para pengikutnya untuk menampakkan keIslamannya dalam banyak sekali hak.tidak menemui mereka kecuali dengan cra sembunyi-sembunyi dalam mendidik mereka.
Setelah masyarakat Islam terbentuk di Madinah barulah, barulah pendidikan Islam sanggup berjalan dengan leluasa dan terbuka secara umum.dan kebijakan yang telah dilakukan Nabi Muhammmad ketika di Madinah adalah:
Ø Membangun masjid di Madinah. Masjid inilah yang selanjutnya dipakai sebagai pusat acara pendidikan dan dakwah.
Ø Mempersatukan banyak sekali potensi yang semula saling awut-awutan bahkan saling bermusuhan. Langkah ini dituangkan dalam dokumen yang lebih popular disebut piagam Madinah. Dengan adanya piagam tersebut terwujudlah keadaan masyarakat yang tenang, serasi dan damai.[7]
5. Metode Pendidikan Masa Rasulullah SAW
Metode pendidikan yang Rasulullah SAW kembangkan dalam memberikan materi ialah sebagai berikut :
Ø Metode ceramah, memberikan wahyu yang gres diterimanya dan memberikan penjelasan- klarifikasi dan keterangan.
Ø Metode dialog, metode ini dipergunakan ketika berkomunikasi dengan para sahabat dalam menuntaskan permasalahan yang terkait dakwah fatwa Islam
Ø Diskusi atau tanya jawab
Ø Metode perumpamaan
Ø Metode dongeng
Ø Metode pembiasaan
Ø Metode hafalan, para sahabat menghafal untuk menjaga Al-Qur’an
Aplikasi penggunaan metode diatas dalam memberikan materi pendidikan adalah:
o Materi keimanan: Melalui tanya jawab dengan penghayatan yang mendalam dan didukung oleh bukti-bukti rasional dan ilmiah
o Materi ibadah: disampaikan dengan metode demonstrasi dan peneladanan sehingga gampang diikuti masyarakat
o Materi akhlak: Rasulullah menitikberatkan pada metode peneladanan. Beliau tampil dalam kehidupan sebagai seseorang yang mempunyai kemuliaan dan keagungan baik dalam ucapan maupun perbuatan.
Ruang lingkup pendidikan Agama Islam mencakup keserasian dan keseimbangan antara lain:[8]
a. Hubungan insan dengan Allah SWT
b. Hubungan insan dengan sesama manusia
c. Hubungan insan dengan dirinya sendiri
d. Hubungan insan dengan makhluk lainnya dan lingkungannya.
B. Dinamika Studi Islam di Barat
Sebagaimana diketahui, bahwa yang sementara ini dikelompokkan sebagai studi Islam antara lain:Al-Qur’an/ tafsir, hadits/ilmu hadits, fiqh/hukum Islam, teologi/ilmu kalam, tasawuf, sejarah Islam, filsafat Islam, dan bahasa Arab. Belakangan masuk pula ke dalam studi Islam ialah pembaruan pemikiran Islam, dakwah Islam, pendidikan Islam, Politik Islam, dan Ekonomi Islam. Semua bidang studi Islam ini telah dipelajari oleh para orientalis Barat dengan intensitas yang berbeda-beda. Penjelasan secara singkat perihal studi Islam yang dipelajari oleh orientalis Barat ini sanggup dikemukakan sebagi berikut:
Pertama, bidang tasawuf. Para orientalis yang mempelajari tasawuf ini anatara lain:A.J.Arbery dan S.M. Zwemmer. Kajian mereka tetang tasawuf ini pada umumnya ditujukan untuk menempatkan tasawuf Islam sebagai kelas dua, atau hasil meniru dari tasawuf yang dikembangkan dikalangan nasrani.
Kedua, bidang dakwah. Di antara orientalis yang mempelajari dakwah ini ialah Thomas W. Arnold, dalam bukunya yang berjudul The Preaching of Islam. Dalam buku ini, sering digambarkan bahwa Islam disebarkan dengan pedang dan cara-cara pemaksaan.
Ketiga, bidang pendidikan Islam. Di antara orientalis yang mempelajari pendidikan Islam ini, ialah Michael Stanton dengan bukunya yang berjudul The Higher Learning of Islam (Pendidikan Tinggi Islam), dan Karl Stremmbrink dengan buku pesantren, Madrasah, dan sekolah. Dalam buku-buku ini merekan membicarakan perihal sejarah pertumbuhan dan perkembangan forum pendidikan Islam mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, mualai dari yang sederhana hingga yang tinggi, menyerupai kuttab, masjid, madrasah, dan observatorium.[9]
ü Tujuan Barat Mempelajari Islam
Terdapat sejumlah tujuan yang ingin dicapai oleh orang Barat yang mempelajari Islam, sebagai berikut:
Pertama, untuk menarik simpati kalangan umat Islam. Dengan mempelajari Islam, dibutuhkan masyarakat Islam tidak lagi menaruh benci, curiga atau ragu-ragu mendapatkan kehadiran orang Barat.
Kedua, untuk melemahkan Islam dari dalam, contohnya dengan cara mengambil kesimpulan yang keliru perihal Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan fiqih.
Ketiga, untuk memperlihatkan superioritas mereka sebagai orang Barat. Ilmuwan Barat, khususnya dalam orientalis, senantiasa merasa bahwa “Barat” ialah “guru” dalam segala hal, khususnya dalam nalar dan pearadaban.
Keempat, untuk memperjuangkan doktrin-doktrin mereka yang dihentikan dikritik. Diantaranya ialah dua doktrin inti, yaitu bahwa Al-Qur’an dalam pandangan insan Barat bukan kalam Allah, dan Muhammad bukan Rasul Allah.
Kelima, untuk kepentingan negara-negara tertentu yang menandai kajian tersebut.[10]
C. Dinamika Studi Islam di Timur
Sejarah perkembangan Islam di Timur dimulai semenjak selesai periode Madinah hingga dengan 4 H, fase pertama pendidikan Islam masih di masjid-masjid dan rumah-rumah, dengan ciri hafalan. Namun sudah diperkenalkan nalar matematika, ilmu alam, kedokteran, kimia, musik, sejarah dan geografi. Selama masa ke-5 H, selama periode Khalifah Abbasyiah, sekolah-sekolah didirikan di kota-kota dan mulai menempati gedung-gedung besar, bukan lagi masjid, dan mulai yang bersifat intelektual, ilmu alam dan ilmu sosial.
Berdirinya sistem madrasah di masa 5 H/akhir masa 11 M, justru menjadi titik balik kejayaan. Sebab madrasah didanai dan diprakarsai negara. Kemudian madrasah menjadi alat penguasa untuk mempertahankan doktrin-doktrin terutama oleh Kerajaan Fatimah di Kairo. Sebelumnya di sekolah ini diajarkan kimia, kedokteran, filsafat, diganti hanya mempelajari tafsir, kalam fiqih dan bahasa. Sedangkan matematika hilang dari kurikulum Al-Azhar tahun 1748 M. Memang pada masa kekhalifahan Abbasyiah Al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M), sebelum hancurnya aliran Mu’tazilah, ilmu-ilmu umum yang bertitik tolak dari nalar dan kajian-kajian empiris dipelajari di madrasah.
Pengaruh Al-Ghazali (1085-1111 M) disebut sebagai awal pemisahan ilmu agama dengan ilmu umum. Ada beberapa kota yang menjadi pusat kajian islam di zamannya, yaitu Nisyapur, Baghdad, Kairo, Damaskus dan Jerussalem. Ada empat perguruan tinggi tertua di dunia muslim, yaitu (1) Nizhamiyah di Baghdad (2) Al-Azhar di Kairo Mesir (3) Cordova (bagian barat) dan (4) Maroko. Sejarah singkat masing-masing pusat studi Islam di gambarkan sebagai berikut:
1. Nizhamiyah di Baghdad
Salah satu jenis forum pendidikan tinggi yang muncul pada selesai masa IV Hijriyah ialah Madrasah. Sedangkan Nizhamiyah ialah sebuah forum pendidikan yang didirikan tahun 457-459 H/ 1065-1067 M (abad IV) oleh Nizham al-Muluk dari dinasti Saljuk. Madrasah Nizhamiyah ialah madrasah yang pertama kali muncul dalam sejarah pendidikan Islam yang berbentuk forum pendidikan dasar hingga perguruan tinggi yang dikelola oleh pemerintah.
Tujuan Nizham al-Mulk mendirikan madrasah-madrasah itu ialah untuk memeperkuat pemerintahan Turki Saljuk dan untuk menyiarkan mazhab keagamaan pemerintahan. Karena sultan-sultan Turki ialah dari golongan andal sunah, sedangkan pemerintahan Buwaihiyah yang sebelumnya ialah kaum syi’ah, oleh lantaran itu Madrasah Nizhamiyah ialah untuk menyokong sultan dan menyiarkan mazhab andal sunah ke seluruh rakyat.[11]
2. Al-Azhar di Kairo Mesir
Al-Azhar merupakan forum pendidikan tertua di dunia. Hingga ketika ini usia al-Azhar telah mencapai lebih dari seribu tahun. Awalnya al-Azhar ialah sebuah masjid yang didirikan oleh khalifah Mu’idz li Dinillah Ma’ad bin Mansyur (931-975 M), khalifah keempat dinasti Fatimah yang berkuasa di Mesir kala itu. Kemudian fungsi al-Azhar ditambah menjadi pusat kebudayaan dan pendidikan. Mulanya forum pendidikan al-Azhar ialah pusat penyebaran paham syiah. Namun semenjak Salahuddin al-Ayyubi berkuasa di Mesir pada tahun 1711 M, kurikulum lembaga pendidikan al-Azhar pun diubah dari paham syiah menjadi mazhab sunni yang terus berlaku hingga sekarang.
Pada tahun 1961, universitas al-Azhar membuka sejumlah fakultas gres menyerupai pendidikan, kedokteran, farmasi, ekonomi, sains, pertanian, dan teknik. Dangan ini, maka di Universitas al-Azhar terdapat dua penjurusan yaitu fakultas ilmu (ilmu umum) dan fakultas adabi (agama). Hanya saja yang membedakan alumni Universitas al-Azhar, baik fakultas agama maupaun non-agama, dengan alumni Universitas-universitas lain di Mesir ialah kewajiban setiap mahasiswa/mahasiswinya untuk menghafal seluruh al-Quran bagi mahasiswa Mesir dan Arab, dan menghafal sebagiannya bagi mahasiswa non-Arab.[12]
3. Cordova (bagian barat)
Cordova memasuki puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Abdurrahman III (912-961)dan al-Hakam II (961-976). Kemajuan tersebut sanggup di lihat dalam banyak sekali bidang, antara lain bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan intelektual. Pada ketika itu, Islam di Cordova telah mempunyai Universitas Cordova yang tersohor dan menjadi kebanggaan umat Islam, salah satu Universitas dunia yang terpercaya. Universitas ini menandingi dua Universitas lainnya, yaitu al-Azhar di Kairo dan Nizhamiyah di Bagdad, dan berhasil menarik para mahasiswa dari erat dan jauh, termasuk banyak mahasiswa Katolik dari negara-negara Eropa lainnya. Al-Hakam menyelenggarakan pengajaran dan telah memperlihatkan banyak seakali penghargaan kepada para sarjana, dia juga mendirikan 27 sekolah swasta, disamping itu terdapat pula 70 perpustakaan dan mempunyai koleksi ratusan ribu buku.
4. Maroko
Pada awalnya nama al-Qurawiyin ialah nama masjid tertua di Maroko, bahkan termasuk salah satu masjid tertua di dunia. Ia terletak di daerah pegunungan Atlas, persisnya di wilayah pemukiman usang kota Fes.nama al-Qurawiyin juga dijadikan sebagai nama Universitas Islam tertua di dunia yang didirikan pada tahun 245 H/857 M, atau pertengahan masa kesembilan Masehi oleh Fatimah Fihriyah, seorang perempuan dari kota Qirauan, negara Tunisia. Dari nama kota itulah nama Universitas Qurawiyin diambil.
Gedung kampuz al-Qurawiyin yang pertama kali di bangun, dengan bangunan yang dindingnya terbuat dari kayu berukir kaligrafi Arab ciri khas dan budaya Maroko itu, kini telah di museumkan di kota Fes.
Universitas al-Qurawiyin sebagai Universitas negeri, dengan mahasiswa dari banyak sekali negara, kini mempunyai empat kampus. Kampus utamanya berada di kota Fes, kota ulama dan kota pelajar Maroko, kampus kedua terletak di kota Tetouan, erat perbatasan Maroko-Spanyol, kampus ketiga terletak di kota Aqadir, wilayah Maroko yang di dalamnya banyak lahan pertanian dan peternakan. Kampus keempat berada di kota Marakes, kota wisata Maroko.
Itulah sejarah singkat mengenai perguruan tinggi tertua yang ada di dunia muslim.
Adapun sejarah singkat mengenai pusat studi Islam yang terdapat di banyak sekali negara, akan kami uraikan mengenai studi Islam di masing- masing negara:
1. Arab Saudi
Arab Saudi mempunyai beberapa Universitas termasukUuniversitas khusus bagi wanita. Universitas-Universitas itu antara lain ialah king saud University di Riyadh yang di dirikan tahun 1957,Iislamic University of Madinah (1961), King Abdul Azis University di jeddah (1967),Iimam Muhammad Bin Saud Islamic University di Riyadh (1974), King Faisal University di Gammam (1975), Ummul Qura University di Mekkah (1979). Bahasa pengantar yang di gunakan di Universitas ini, pada umumnya ialah bahasa arab, meskipun ada juga yang memakai bahasa inggris.
2. Suriah
Universitas yang terletak dikota Damaskus ialah perguruan tinggi favorit di Suriah dan menyediakan banyak sekali fakultas. Sebagaimana yang diuraikan diatas, fakultas yang bisa dimasuki masyarakat Indonesia ialah terbatas pada Fakultas Syariah dan Sastra Fakultas Syariah yang dirintis oleh Syaikh Prof. Dr. Musthafa as-Siba’i ini merupakansalaah satu fakultas syariah favorit dan terbaik di Timur Tengah.
3. Malaysia
Kemunculan stadi Islam ditingkat perguruan tinggi di Malaysia ditandai dengan berdirinya Department of Islamic Studies di Universiti Malaya (UM) pada tahun 1960-an. Kemudian disusul dengan kemunculan fakultas-fakultas Islamic Studies di universitas-universitas lainny, menyerupai Faculty of Islamic Studies di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) pada tahun 1970-an, Faculty of Islamic Revealed Knowledge and Humam Sciences di International Islamic University of Malaysia (IIUM) pada tahun 1983. Pada perkembangan selanjutnya muncul kolej atau universitas yang hanya membuka fakultas-fakultas keagamaan keagamaan saja menyerupai kolej Universiti Islam Malaysia (KUIM) pada tahun 1995, Kolej Islam Selangor Darul Ehsan (KISDAR) pada tahun 1995, dan lain-lain.
4. Aljazair
Di Aljazair, universitas yang berstatusnya islam yang. menyediakan khusus fakultas-fakultas islam hanya satu, yaitu Universitas Amer Abdel Kader. Sementara Universitas Aljazair (Universite d’Alger), meskipun bukan universitas islam, tapi membuka beberapa fakultas studi islam. Selebihnya, hanya sebagai institut atau sekolah tinggi islam yang menyediakan beberapa jurusan keislaman. Selain itu, universitas lain tidak menyediakan studi islam.
Universitas Amer Abdel Kader untuk studi ilmu-ilmu islam(jami’ah al-amir ‘Abdul Qadir lil-Ulum al-Islamiyyah) berada diprovinsi Constantine. Dibangun berdasarkan perintah dari presiden Houari Boumedienne, pada 14 februari 1984. Universitas ini mempunyai satu gedung bersebelahan dengan masjid Amer Abdel. Nama Amer Abdel Kader sendiri diambil dari nama jagoan terkenal kemerdekaan Aljazair. Pemerintah memutuskan tujuan didirikan universitas islam ini untuk mencetak mahasiswa yang berwawasan islam dan ilmiah, berbagi pengetahuan keislaman, mengembangkan penelitian, dan meningkatkan ruh ilmiah
D. Dinamika Studi Islam di Indonesia
1. Kondisi Pendidikan pada Kerajaan Islam
a. Pendidikan Islam pada Kerajaan Samudra Pasai dan Aceh Darussalam
Menurut Muhammad Zunus, bahwa pada setiap kerajaan islam terdapat masa-masa kemajuan pendidikan islam. Sejak masuknya islam ke tanah aceh (1290 M), pendidikan dan pengajaran islam mulai lahir dan tumbuh dengan subur, terutama sesudah berdirinya kerajaan islam di aceh. Pada waktu itu bnyaklah ulama di pasai yang membangun pesantren, menyerupai Teungku di Deurenundong, teungku Cot Mamplam, dan lain-lain. Seiring dengan itu, banyak pula pelajar dari banyak sekali daerah yang tiba ke Pasai untuk berguru agama islam. Berkat santunan pemerintah islam dan masyarakat, maka pesantren, surau dan langgar tersebar di dari kota-kota hingga ke dusun-dusun. Kegiatan pendidikan islam di Aceh ini mengalami zaman keemasan pada zaman Iskandar Muda, sehingga menjadi masyhur ke mana-mana, lantaran banyak alim ulama dan andal sastra Islam Indonesia.
b. Pendidikan islam pada kerajaan Demak, panjang, dan Mataram
Pendidikan islam yang berlangsung di kerajan Demak, panjang, dan Mataram beriringan dengan acara dakwah islam yang di lakukan para ulama dan para wali, yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati. Kitab-kitab agama Islam di zaman Demak yang kini masih di kenal, ialah Primbon, yaitu notes, berisi serba macam catatan perihal ilmu-ilmu agama, macam-macam do’a, bahkan ada juga perihal obat-obatan, dan ilmu ghaib. Dalam kitab ini di sebutkan pula perihal ini atau itu ialah wejangan dari sunan polan, atau sunan anu, atau dari Kiai Ageng anu. Selain itu, ada oula kitab-kitab yang di kenal dengan nama suluk sunan bonang, suluk sunan kalijaga, wasita jati sunan geseng dan fatwa mistis Islam dari masing-masing sunan itu yang di tulis tangan.
c. Pendidikan Islam di kerajaan Islam di Sulawesi Selatan
Sejak dahulu, perkembangan agama Islam di Sulawesi Selatan amat pesat. Sejalan dengan itu, di sana terdapat sejumlah pesantren yang berdiri dan berkembang pesat. Pada tahap awal merupakan pesantren atau surau denagn model usang sebagaimana yang terdapat di Sumatera dan Jawa. Perkembangan itu semakin pesat semenjak adanya alim ulama Bugis yang dari tanah Mekkah, sesudah tinggal di sana beberapa tahun lamanya. Tetapi sebelum itu telah ada pula ulama tua, di antaranya yang termasyur ialah Syekh Yusuf Tanjul Khalwati.
d. Pendidikan Islam di Maluku
Menurut sebuah sumber, bahwa pada 11 juli 1951 M, jumlah madrasah tingkat ibtidaiyah yang berada di maluku Utara sebanyak 44 buah. Adaun guru-guru berjumlah 58 orang, dan murid-muridnya sebanyak 4.600 orang, di antaranya 3.000 orang laki-laki, dan 1.600 orang perempuan. Madrasah menengah hanya ada 1 buah, yaitu di Tidore dengan jumlah murid sebanyak 49 orang. Selanjutnya di laporkan pula, bahwa jumlah madrasah di seluruh Maluku (Maluku utara, Maluku Tengah, dan Maluku Selatan) sebanyak 56 buah, tetapi dalam laporan yang lain jumlahnya sebanyak 84 buah. Pada tahun 1951 di Ambon terdapat 4 buah madrasah, termasuk 1 buah madrasah Tsanawiyah. Tetapi pada tahun 1951 hanya tinggal 2 Madrasah Ibtidaiyah.
e. Pendidikan Islam di Kalimantan
Madrasah yang tertua dikalimantan Barat ialah Madrasatun Najah wa al-Falah yang terletak di Sei Bukau Besar Mempawah yang didirikan pada tahun 1918. Di antara madrasah yang termashur ialah madrasah perguruan islam (Assulthaniah) di sambas pada tahun 1922.
2. Keadaan Pendidikan Islam di Zaman Belanda
Sikap kolonial Belanda terhadap pendidikan Islam bisa dilihat lebih lanjut dari kebijakannya yang sangat distriminatif, baik secara sosial, ras, anggaran, maupun kepemelukan terhadap agama.
Diskriminasi sosial terlihat pada didirikannya sekolah yang membedakan antara sekolah yang diperuntukan khusus kaum aristokrat dengan sekolah yang khusus untuk rakyat biasa.
Diskriminan ras terlihat dengan terang pada pembagian terstruktur mengenai sekolah di Indonesia. Pada tingkat dasar pemerintah membuka sekolah-sekolah yang dibedakan berdasarkan ras dan keturunan menyerupai Europeeche Lagere School (ELS) untuk belum dewasa Eropa, Holandsh Chinese School untuk anak-anakChina dan keturunan Asia Timur, Holandsch School yang keudian di sebut selah bumiputra, untuk belum dewasa pribumi dari kalangan ningrat, dan terakhir Inlandsch Scool yang disediakan untuk belum dewasa pribumi pada umumnya.
Diskriminasi anggaran terlihat pada pemberian anggaran yang lebih besar kepada sekolah untuk belum dewasa eropa, padahal jumlah siswa pada sekolah Bumiputra jauh lebih banyak.
Diskriminasi kepemelukan agama antara lain terlihat pada kebijakan pemerintah Belanda yang mengonsentrasikan di wilayah dimana terdapat sejumlah besar penduduknya yang beragama kristen sepeti Batak, Manado, dn kalimantan. Pesantren yang menjadi basis pendidikan agidak mendapatkan perhatian sama sekali, bahkan cenderung dimusuhi.
Dengan bedasarkan pada dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berisi perintah memerangi orang kafir, dan dihentikan mengambil pimpinan dari orang kafir, di tambah lagi dengan perilaku Belanda yang menyengsarakan rakyat indonesia, menciptakan kaum pesantren menaruh perilaku curiga dan memusuhi Belanda. Mereka menolak bentuk santunan apapun dari pemerintah Belanda, dan melarang melaksanakan banyak sekali hal yang berbau Belanda. Kelompok inilah yang pada giliranya bersedia memenggul senjata untuk jihad di jalan Allah, yakni berperan di medn berkelahi untuk mengusir kaum penjajah dan membebaskan rakyat Indonesia dari para penjajah. Terdapat 3 perilaku yang di tempuh umat islam dalam merespon kebijakan pendidikan Belanda.
Pertama, kelompok yang mengisolasi diri atau non-kooperatif dengan kebijakan Belanda. Sikap non-kooperatif ialah perilaku yang menjadikan Belanda sebagai musuh yang harus di benci dan di jauhi. Mereka beropini bahwa kolaborasi dengan Belanda tidak di benarkan, baik secara aqidah maupun kemanisiaan. Sikap non-kooperatif ini banyak di lakukan oleh para ulama salaf yang memimpin pesantren pada umumnya tersebar di pedesaan.
Kedua, kelompok yang bersikap akomodatif secara selektif dan proposional. Ketiga, kelompok yang sepenuhnya mengambil model pendidikan Belanda. Tetapi dalam perjalanan selanjutnya, kaum modernispun memutuskan kekerabatan untuk tidak lagi mau kolaborasi dengan Belanda, lantaran Belanda kian semena-mena dalam memperlakukan bangsa Indonesia.
3. Keadaan Pendidikan Islam di Zaman Jepang
Kehadiran Jepang di Indonesia terhitung amat singkat, yakni hanya 3,5 tahun. Namun waktu yang singkat ini tidak berarti bahwa Jepang tidak memberi efek terhadap perkembangan pendidikan islam. Lamanya waktu, sebagaimana yang di lakukan oleh Belanda di Indonesia, tidak menjadi jaminan bangsa Belanda di Indonesia telah berbuat banyak terhadap pendidikan islam.sebaliknya Jepang yang beradadi Indonesia dalam waktu singkat telah memperlihatkan efek pendidikan islam sebagai berikut.
Pertama, umat islam merasa lebih leluasa dalam mengembangkan pendidikannya, lantaran banyak sekali undang-undang dan peraturan yang di buat oleh pemerintah Belanda yang sangat diskriminatif dan membatasi itu sudah tidak di perlakukan lagi. Umat islam pada zaman kolonial Jepang memperoleh peluang yang memungkinkan sanggup berkiprah lebih leluasa dalam bidang pendidikan.
Kedua, bahwa sistem pendidikan islam yang terdapat pada zaman Jepang intinya masih sama dengan sistem pendidikan islam pada zaman Belanda, yakni di samping sistem pendidikan pesantren yang didirikan kaum ulama tradisional, juga terdapat sistem pendidikan klasikal sebagaimana yang terlihat pada madrasah, yaitu sistem pendidikn Belanda yang muatanya terdapat pelajaran agama.[13]
4. Pendidikan Islam di Zaman Orde Lama
Pada masa ini pendidikan Islam kurang diperhatikan karena adanya perang dingin antara pemerintah dengan elite Islam, sehingga pendidikan Islam belum mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah.
Namun, meskipun kurang diperhatikan pada zaman ini terdapat beberapa perjuangan yang dilakukan pemerintah dalam kepentingan pendidikan Islam, antara lain:
Pertama, didirikannya Departemen Agama, pelatihan pendidikan agama sesudah kemerdekaan Indonesia dilakukan secara formal. Departemen agama diresmikan pada tanggal 3 Januari 1946. Departemen agama juga mengurusi bidang pendidikan yang berafiliasi dengan agama. Namun disamping itu pemerintah juga mendirikan departemen pendidikan dan kebudayaan, yang menyebabkan pengelolaan pendidikan yang dikotomis, yang selanjutnya berdampak adanya diskriminasi kepada departemen agama.
Kedua, dikeluarkannya sejumlah kebijakan berupa peraturan perundang-undangan yang ada hubungannya dengan pendidikan agama. Diantara kebijakan itu antara lain Undang-UndangNomor 12 tahun 1950, PeraturanBersamaMenteri PP&K (Nomor K/652) DenganMenteri Agama (Nomor 1432), dan keputusan sidang MPRS pada bulan desember 1960.
Ketiga, diberikannya perhatian terhadap pertumbuhan perkembangan lembaga pendidikan Islam, menyerupai madrasah dan pesantren. Perhatian ini diwujudkan dengan diberikannya santunan material dari pemerintah kepada madrasah dan pesantren yang diserahkan kepada Kementerian Agama sebagai pembinaan dan pengembangannya.
Keempat, memberikan bantuan fasilitas dan sumbangan material kepada lembaga-lembaga pendidikan Islam, menyerupai mengangkat guru agama, membantu pembangunan madrasah, santunan buku-buku pelajaran, me-negeri-kan madrasah, dan santunan lainnya.
5. Pendidikan Islam di Zaman Orde Baru
pada dasarnya kebijakan yang lair pada zaman orde baru, termasuk pada bidang pendidikan, diarahkan pada upaya pembangunan ekonomi. Kebijakan dalam bidang pendidikan sanggup dilihat sebagai berikut:
Pertama, masuknya pendidikan Islam kedalam system pendidikan Nasional. Hal ini dimulai dengan lahirnya surat keputusan bersama 3 menteri (SKB 3 Menteri) yaitu menteri pendidikan, menteri agama dan menteri dalam negeri. Yang berisikan bahwa lulusan madrasah sanggup melanjutkan kejenjang pendidikan umum dan sebaliknya, berhak mendapatkan santunan sarana prasarana, biaya dan diakui ijazahnya.
Kedua, pembangunan madrasah dan pesantren, baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Pada aspek fisik dilakukan pada peningkatan dan perlengkapan infrastruktur, sarana prasarana, dan fasilitas seperti buku, perpustakaan dan perlengkapan laboratorium. Pada aspek nonfisik meliputi pembaruan bidang kelembagaan, manajemen pengelolaan, kurikulum, mutu sumberdaya manusia, proses belajar mengajar dan lain sebagainya. Pembangunan pada bidang pendidikan ini tampak cukup berhasil dengan adanya lulusan madrasah yang dapat melanjutkan keperguruantinggi yang bergengsi baik di dalam maupun luar Negeri.
Ketiga, pemberdayaan pendidikan islam non formal. Pada zaman orde baru perkembangan pendidikan islam non formal mengalami peningkatan yang sangat signifikan yang dipelopori oleh masyarakat. Yaitu dengan berkembangnya majelis taklim baik untuk kalangan masyarakat islam kelompok, masyarakat biasa, maupun bagi masyarakat menengah keatas.
6. Pendidikan Islam di Zaman Reformasi
Pada masa reformasi ini kebijakan-kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah menyebabkan keadaan pendidikan Islam yang secara umum lebih baik dari keadaan pendidikan pada masa pemerintahan orde lama. Keadaan pendidikan tersebut sanggup dikemukakan sebagai berikut:
Pertama, kebijakan perihal pemantapan pendidikan Islam sebagai pecahan dari system pendidikan nasional. Hal ini terlihat pada penyempurnaan UU nomor 2 Th. 1989 menjadi UU nomor 20 tahun 2003 perihal SistemPendidikanNasional yang menyatakan bahwa pesantren, ma`had Ali, Roudhatul Athfal (taman kanak-kanak), dan Majelis ta`lim masuk dalam system pendidikan nasional.
Serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 perihal Guru dan Dosen, standar nasional pendidikan, sertasertifikasi Guru dan Dosen, baik yang berada di bawah kementerian agama maupun kementerian pendidikan.
Kedua, kebijakan tentang Anggaran pendidikan Islam. Hal ini terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan sebanyak 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang didalamnya termasuk honor guru dan dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu, pengadaanbuku gratis, pengadaaninfrastruktur, saranaprasarana, media pembelajaran, peningkatansumberdayamanusiabagilembaga yang bernaung di bawahkementerian Agama dankementerianPendidikanNasional.
Ketiga, program wajib Sembilan tahun, yakni setiap anak Indonesia wajib mempunyai pendidikan minimal hingga dengan tamat sekolah lanjutan pertama, yakni Sekolah Menengah Pertama atau MTS.
Keempat, penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Nasional (SBN), Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).Kelima, pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP/tahun 2006)
Keenam, pengembanganpendekatanpembelajaranPAIKEM (PembelajaranAktif, Inovatif, Komunikatif, Efektif, dan Menyenangkan). Dan masihbanyaklagiperkembanganpendidikan Islam yang lainnya.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, sanggup dikemukakan beberapa kesimpulan bahwa, pada awalnya pendidikan Islam pada masa Rasulullah berkembang melalui dua periode yaitu periode Makkah dan Madinah. Pada periode tersebut, pendidikan dilakukan dengan sedikit demi sedikit , dengan beberapa kebijakan dan metode.
Dinamika studi Islam di Barat begitu pesat dimana ditandai dengan adanya pusat kajian keagamaan semisal, didirikannya The development of Islamic Studies in Canada, Temple University, Leiden University dan Chicago University. Selain itu, ditandai dengan adanya kajian-kajian gres dalam studi Islam di Barat diantaranya pembaruan pemikiran Islam, dakwah Islam, pendidikan Islam, Politik Islam, dan Ekonomi Islam. Dalam mempelajari Islam, tentunya mereka mempunyai tujuan antara lain untuk menarik simpati umat Islam, melemahkan Islam dari dalam, memperlihatkan superioritas Barat, memperjuangkan iktikad Barat, dan kepentingan negara-negara Barat lainnya.
Dinamika studi Islam di Timur dimulai dengan diawali pembelajaran Islam di masjid-masjid dan rumah, kemudian bermetamorfosis sekolah dan gedung, dan dilanjutkan dengan adanya pemisahan ilmu agama dan umum.
Sedangkan dinamika studi Islam di Indonesia sanggup dibagi menjadi enam kondisi, yaitu kondisi pendidikan pada zaman kerajaan Islam, Belanda, Jepang, masa orde lama, orde gres dan zaman revormasi.
B. Kritik dan saran
Kami selaku penulis, memohon kepada Pembaca supaya memperlihatkan kritik dan saran yang baik dan membangun dalam penulisan ataupun isi makalah ini biar kedepannya menjadikan kami lebih baik. Jazaakumullohu Ahsanal Jazaa khoiron katsiro.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Kudus: Menara Kudus, 2016
Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Angkasa, 2005
Hayyie, Al-kattani Abdul. 2009. Studi Islamic Countries. Jakarta: Gema Insani
Nata, Abuddin. 2011. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Media Kencana Group
Nata, Abuddin. 2011.Studi Islam Komprehensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Ramayulis.2012.Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia
Samsul, Nizar.2009. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Zuhairini.2008.Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
[1]] Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Kencana, 2009), hlm. 29
[2] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Kudus: Menara Kudus, 2016
[3] Ibid, Hal.785
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Kudus: Menara Kudus, 2016
[5]Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam , Jakarta: Media Kencana Group, 2011, hal, 89-101
[6]Armai Arief, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik, hal, 135-136
[7]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hal, 87
[8]Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam , hal. 45
[9]Prof.Dr.H. Abudin Nata.MA., Studi Islam Komprehensif, Loc.cit., hlm. 551
[10]Ibid,hlm.552-553.
[11]Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) hlm. 158
[12]Al-kattani Abdul hayyie, Studi Islamic Countries, (Jakarta: Gema Insani, 2009) hlm. 25-26
[13]Prof.Dr.H. Abuddin Nata,MA.,Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: kencanaPrenada Media Group, 2011) hlm. 235