Pengertian Dan Rukun Dalam Shalat
- Yang dimaksud dengan rukun shalat yaitu setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tid...
https://kajianamalan.blogspot.com/2019/02/pengertian-dan-rukun-dalam-shalat_10.html
- Yang dimaksud dengan rukun shalat yaitu setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka shalat pun tidak teranggap secara syar’i dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.
Kedua : Meninggalkannya alasannya lupa atau tidak tahu. Disini ada tiga rincian,
“Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak bisa lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.”[1]
“Pembuka shalat yaitu thoharoh (bersuci). Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat yaitu ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali yaitu ucapan salam. ”[2]
Yang dimaksud dengan rukun shalat yaitu ucapan takbir “Allahu Akbar”. Ucapan takbir ini tidak bisa digantikan dengan ucapakan selainnya walaupun semakna.
Rukun ketiga : Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak ada shalat (artinya tidak sah) orang yang tidak membaca Al Fatihah.”[3]
“Kemudian ruku’lah dan thuma’ninahlah dikala ruku’.”[4]
Keadaan minimal dalam ruku’ yaitu membungkukkan tubuh dan tangan berada di lutut.
Sedangkan yang dimaksudkan thuma’ninah yaitu keadaan hening di mana setiap persendian juga ikut tenang. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan pada orang yang buruk shalatnya sehingga ia pun disuruh untuk mengulangi shalatnya, dia bersabda,
“Shalat tidaklah tepat hingga salah seorang di antara kalian menyempurnakan wudhu, … kemudian bertakbir, kemudian melaksanakan ruku’ dengan meletakkan telapak tangan di lutut hingga persendian yang ada dalam keadaan thuma’ninah dan tenang.”[5]
Ada pula ulama yang menyampaikan bahwa thuma’ninah yaitu sekadar membaca dzikir yang wajib dalam ruku’.
“Kemudian tegakkanlah tubuh (i’tidal) dan thuma’ninalah.”[6]
“Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah dikala sujud.”[7]
Hendaklah sujud dilakukan pada tujuh bab anggota badan: [1,2] Telapak ajun dan kiri, [3,4] Lutut kanan dan kiri, [5,6] Ujung kaki kanan dan kiri, dan [7] Dahi sekaligus dengan hidung.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bab anggota badan: [1] Dahi (termasuk juga hidung, dia mengisyaratkan dengan tangannya), [2,3] telapak ajun dan kiri, [4,5] lutut kanan dan kiri, dan [6,7] ujung kaki kanan dan kiri. ”
“Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah dikala sujud. Lalu bangkitlah dari sujud dan thuma’ninalah dikala duduk. Kemudian sujudlah kembali dan thuma’ninalah dikala sujud.”[8]
“Jika salah seorang antara kalian duduk (tasyahud) dalam shalat, maka ucapkanlah “at tahiyatu lillah …”.”[9]
Bacaan tasyahud :
“At tahiyaatu lillah wash sholaatu wath thoyyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatullahi wa barokaatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihiin. Asy-hadu an laa ilaha illallah, wa asy-hadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh.” (Segala ucapan penghormatan hanyalah milik Allah, begitu juga segala shalat dan amal shalih. Semoga kesejahteraan tercurah kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat Allah dengan segenap karunia-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad yaitu hamba dan Rasul-Nya) [10]
Apakah bacaan tasyahud “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi” perlu diganti dengan bacaan “assalaamu ‘alan nabi”?
Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya,
“Dalam tasyahud apakah seseorang membaca bacaan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi” atau bacaan “assalamu ‘alan nabi”? ‘Abdullah bin Mas’ud pernah menyampaikan bahwa para sahabat dulunya sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, mereka mengucapkan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi”. Namun sesudah dia wafat, para sahabat pun mengucapkan “assalamu ‘alan nabi”.
Jawab :
Yang lebih tepat, seseorang dikala tasyahud dalam shalat mengucapkan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi wa rohmatullahi wa barokatuh”. Alasannya, inilah yang lebih benar yang berasal dari banyak sekali hadits. Adapun riwayat Ibnu Mas’ud mengenai bacaan tasyahud yang mesti diganti sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat –jika memang itu benar riwayat yang shahih-, maka itu hanyalah hasil ijtihad Ibnu Mas’ud dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang ada. Seandainya ada perbedaan aturan bacaan antara sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan sesudah dia wafat, maka niscaya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang akan menjelaskannya pada para sahabat.
(Yang menandatangani pedoman ini yaitu Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz sebagai Ketua, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil Ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud dan ‘Abdullah bin Ghodyan sebagai anggota)[11]
“Jika salah seorang di antara kalian hendak shalat, maka mulailah dengan menyanjung dan memuji Allah, kemudian bershalawatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berdo’a sesudah itu semau kalian.”[13]
Bacaan shalawat yang paling anggun yaitu sebagai berikut.
“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohim wa ‘ala aali Ibrohim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa barrokta ‘ala Ibrohim wa ‘ala aali Ibrohimm innaka hamidun majiid.”[14]
“Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat yaitu ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali yaitu ucapan salam. ”[15]
Yang termasuk dalam rukun di sini yaitu salam yang pertama. Inilah pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan secara umum dikuasai ‘ulama.
Model salam ada empat:
Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah wa barokatuh”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum”.
Salam sekali ke kanan “Assalamu’laikum”.[16]
Sumber : https://muslim.or.id/
Meninggalkan rukun shalat ada dua bentuk.
Pertama : Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi menyerupai ini shalatnya batal dan tidak sah dengan janji para ulama.Kedua : Meninggalkannya alasannya lupa atau tidak tahu. Disini ada tiga rincian,
- Jika bisa untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk melakukannya kembali. Hal ini berdasarkan janji para ulama.
- Jika tidak bisa mendapatinya lagi, maka shalatnya batal berdasarkan ulama-ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur ulama (mayoritas ulama) beropini bahwa raka’at yang ketinggalan rukun tadi menjadi hilang.
- Jika yang ditinggalkan yaitu takbiratul ihram, maka shalatnya harus diulangi dari awal lagi alasannya ia tidak memasuki shalat dengan benar.
Rukun pertama : Berdiri bagi yang mampu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
Rukun kedua : Takbiratul ihram
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
Yang dimaksud dengan rukun shalat yaitu ucapan takbir “Allahu Akbar”. Ucapan takbir ini tidak bisa digantikan dengan ucapakan selainnya walaupun semakna.
Rukun ketiga : Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Rukun keempat dan kelima : Ruku’ dan thuma’ninah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan pada orang yang buruk shalatnya (sampai ia disuruh mengulangi shalatnya beberapa kali alasannya tidak memenuhi rukun), ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
Keadaan minimal dalam ruku’ yaitu membungkukkan tubuh dan tangan berada di lutut.
Sedangkan yang dimaksudkan thuma’ninah yaitu keadaan hening di mana setiap persendian juga ikut tenang. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan pada orang yang buruk shalatnya sehingga ia pun disuruh untuk mengulangi shalatnya, dia bersabda,
لاَ تَتِمُّ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ … ثُمَّ يُكَبِّرُ فَيَرْكَعُ فَيَضَعُ كَفَّيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ وَتَسْتَرْخِىَ
Ada pula ulama yang menyampaikan bahwa thuma’ninah yaitu sekadar membaca dzikir yang wajib dalam ruku’.
Rukun keenam dan ketujuh : I’tidal sesudah ruku’ dan thuma’ninah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan pada orang yang buruk shalatnya, ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا
Rukun kedelapan dan kesembilan : Sujud dan thuma’ninah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan pada orang yang buruk shalatnya, ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
Hendaklah sujud dilakukan pada tujuh bab anggota badan: [1,2] Telapak ajun dan kiri, [3,4] Lutut kanan dan kiri, [5,6] Ujung kaki kanan dan kiri, dan [7] Dahi sekaligus dengan hidung.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
Rukun kesepuluh dan kesebelas : Duduk di antara dua sujud dan thuma’ninah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
Rukun keduabelas dan ketigabelas : Tasyahud final dan duduk tasyahud
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, فَإِذَا قَعَدَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَلْيَقُلِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ …
Bacaan tasyahud :
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
Apakah bacaan tasyahud “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi” perlu diganti dengan bacaan “assalaamu ‘alan nabi”?
Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya,
“Dalam tasyahud apakah seseorang membaca bacaan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi” atau bacaan “assalamu ‘alan nabi”? ‘Abdullah bin Mas’ud pernah menyampaikan bahwa para sahabat dulunya sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, mereka mengucapkan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi”. Namun sesudah dia wafat, para sahabat pun mengucapkan “assalamu ‘alan nabi”.
Jawab :
Yang lebih tepat, seseorang dikala tasyahud dalam shalat mengucapkan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi wa rohmatullahi wa barokatuh”. Alasannya, inilah yang lebih benar yang berasal dari banyak sekali hadits. Adapun riwayat Ibnu Mas’ud mengenai bacaan tasyahud yang mesti diganti sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat –jika memang itu benar riwayat yang shahih-, maka itu hanyalah hasil ijtihad Ibnu Mas’ud dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang ada. Seandainya ada perbedaan aturan bacaan antara sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan sesudah dia wafat, maka niscaya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang akan menjelaskannya pada para sahabat.
(Yang menandatangani pedoman ini yaitu Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz sebagai Ketua, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil Ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud dan ‘Abdullah bin Ghodyan sebagai anggota)[11]
Rukun keempatbelas : Shalawat kepada Nabi sesudah mengucapkan tasyahud akhir[12]
Dalilnya yaitu hadits Fudholah bin ‘Ubaid Al Anshoriy. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang yang berdo’a dalam shalatnya tanpa menyanjung Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia mengatakan, “Begitu cepatnya ini.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan orang tadi, kemudian berkata padanya dan lainnya, إذا صلى أحدكم فليبدأ بتمجيد الله والثناء عليه ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بعد بما شاء
Bacaan shalawat yang paling anggun yaitu sebagai berikut.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Rukun kelimabelas : Salam
Dalilnya hadits yang telah disebutkan di muka, مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
Yang termasuk dalam rukun di sini yaitu salam yang pertama. Inilah pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan secara umum dikuasai ‘ulama.
Model salam ada empat:
Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah wa barokatuh”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum”.
Salam sekali ke kanan “Assalamu’laikum”.[16]
Rukun keenambelas : Urut dalam rukun-rukun yang ada
Alasannya alasannya dalam hadits orang yang buruk shalatnya, dipakai kata “tsumma“ dalam setiap rukun. Dan “tsumma” bermakna urutan.[17]Sumber : https://muslim.or.id/
Sebelum sobat meninggalkan catatan ini, jikalau merasa artikel ini bermanfaat silahkan dibagaikan kepada teman-teman, saudara/saudari ataupun yang lainnya baik di media umum ataupun secara pribadi biar semua orang menjadi tahu, pintar, berilmu dan menambah pahala bagi sobat-sobat :-).